Tips Menjadi Seorang Anak Muda Yang Dipercaya


by bayu mukti Category Kisah-kisah Inspirasi, Tips dan Trik

Banyak ungkapan bahwa “Yang Muda Belum Boleh Bicara atau Yang Muda Tidak Boleh Berkuasa” tapi sekarang sudah saatnya STOP !!!! untuk menggunakan istilah tersebut. Anda sebagai generasi muda jangan karena sebuah istilah bahwa yang muda belum boleh bicara lalu anda putus asa dan takut untuk bicara lantang jika anda memang benar karena faktor usia muda anda. Anda tidak perlu menunggu sampai anda tua untuk bisa bicara ataupun menjadi seorang pemimpin dan disegani oleh seseorang. Saya ingin beri sedikit tips bagaimana menjadi seorang anak muda yang dipercaya seseorang dan tidak bisa dianggap remeh oleh masyarakat luas.

1. Galilah terus skill kamu. ( Disini kamu dituntut untuk tidak pernah malu untuk belajar dengan siapa saja, terus gali ilmu dari master)
2. Jangan pernah puas dengan hasil yang anda capai sekarang. Tiap kali kamu selesai mengerjakan sesuatu pekerjaan telitilah lagi pekerjaan itu, jika ada kesalahan lain kali hindari kesalahan tersebut.
3. Tunjukkan kualitas kamu sebagai anak muda yang tidak kalah dengan para senior. Anda tuangkan ide anda entah itu dalam suatu perkumpulan atau forum maupun tulisan-tulisan kamu sendiri.
4. Jangan Malas untuk terus berkreasi dan selalu keluarkan daya kreatifitas anda.
5. Minta Kritikan dari orang yang anda percaya.
6. Curi Ilmu sang Master !!!
7. Semangat selalu jangan pernah putus asa jika anda masih gagal.

Mungkin itu saja tips yang miliki. Untuk para newbie, atau yang masih muda-muda ayo semangat selalu !!! Pokoknya senior nyonto semangatnya para junior dan menghargai mereka, sedangkan para junior menggali terus ilmu para senior. Mungkin itu aja tipsnya dari saya. Kemaren ga update artikel sama sekali sekarang kejar setoran :) .

Posted by kami aksi lewat buka usaha | di 23.46 | 0 komentar

Transaksi Kehidupan


Oleh Ubaydillah, AN

Salah satu hukum bisnis menyatakan bahwa kualitas keuntungan tidak ditentukan oleh kuantitas aktivitas bisnis tetapi oleh kualitas transaksi. Tidak sedikit orang menciptakan banyak transaksi tetapi kualitas keuntungan didapat tidak sebanyak jumlah transaksi yang diciptakan. Padahal apa yang kita inginkan adalah transaksi sebanyak mungkin dengan keuntungan sebesar mungkin. Transaksi adalah pelaksanaan keputusan dealing tentang tawaran yang kita setujui dan tawaran yang kita ajukan. Selanjutnya transaksi menciptakan harga (price of value).
Pada dasarnya semua orang sudah ditakdirkan hidup dengan ‘business of selling’, terlepas apakah ia pengusaha atau pun orang biasa. Karena takdir itulah, maka sebagian hukum alam yang mengatur kehidupan ini adalah hukum untung rugi. Dalam menyikapi hukum diperlukan kepemilikan sikap mental pengusaha (the entrepreneurship mental attitude). Atau sosok yang bermentalitas 'creating' dan bertanggung jawab atas resiko keputusan yang diambil serta menerima resiko sebagai pemilik.
Terlepas dari job title yang anda sandang saat ini maka anda adalah pengusaha di mana setiap keputusan yang anda ambil, maka andalah yang akan merasakan rugi dan untungnya. Buktinya, setiap saat kita menciptakan transaksi dari tawaran kehidupan. Hanya saja yang sering membuat kita menderita kerugian adalah keputusan transaksi yang tidak didukung dengan mentalitas pengusaha. Banyak sekali komoditas peristiwa hidup yang ditawarkan tetapi tidak kita ciptakan transaksi yang bertanggung jawab untuk memiliki keuntungan dari kerugian atau dari keuntungan.
Walhasil, kita lebih sering menjadi pengusaha yang rugi. Contoh paling riil adalah kegagalan. Baik terjadi pada orang lain dan diri kita, atau baik disebabkan oleh orang lain atau kesalahan kita, sebenarnya peristiwa ini adalah komoditas yang ditawarkan oleh kehidupan. Kegagalan itu bisa menjadikan kita rugi atau untung. Bukan karena kegagalan ‘as matter’ tetapi karena keahlian bertransaksi. Kita apakan kegagalan itu setelah terjadi. Banyak pengusaha yang bisa menjadikan kegagalan sebagai the moment of truth untuk membangun keuntungan. Sebaliknya tidak sedikit yang menjadikan kegagalan hanyalah kegagalan – komoditas yang merugikan.
Watak Tawaran
Tawaran bisnis memiliki dua watak yang menonjol: menarik (to attract) dan mendorong (to push). Kalau anda pergi ke Mall maka semua komoditas yang dijajakan sudah didesain menarik dan punya daya tarik untuk menggoda kantong anda. Demikian juga kalau anda mengunjungi lokasi pasar kaki lima. Meskipun teknik penjajaan komoditas tidak didesain semenarik apa yang ada di Mall tetapi teknik rayuan dan gertakan yang dijalankan para pedagang di sana mendorong anda untuk membeli seakan-akan anda merasa bersalah kalau tidak membeli tawarannya.
Tidak berbeda dengan komoditas hidup yang ditawarkan kepada anda. Baik orang pintar atau orang bodoh, orang bawah atau orang atas, orang terhina atau orang terhormat mendapatkan peristiwa yang sama. Kegagalan, tantangan, dan kesulitan adalah tawaran yang menarik/mendorong semua orang untuk berpikir negatif dan tidak mau bertanggung jawab apalagi memilikinya. Seakan-akan aib yang memalukan. Perbedaannya adalah apakah anda akan menjadikan semua peristiwa yang tidak diinginkan itu sebagai tawaran yang perlu diciptakan transaksi atau anda bayar langsung.
Ketika anda membayar langsung hanya karena dorongan (being pushed) atau terkesima oleh godaan daya tarik (being attracted), maka kemungkinan paling dekat adalah anda tidak puas atau anda baru bisa mengakui barang yang anda beli tanpa transakis itu berguna setelah barang itu lusuh. Orang terkadang baru sadar ternyata peristiwa yang tidak diinginkan itu berguna setelah peristiwa menelan banyak pengorbanan alias lusuh.

Penyebab Kerugian
Meskipun dunia ini terus berubah, tetapi tidak berbeda dalam satu hal: terjadi perbandingan yang tidak seimbang antara jumlah populasi dunia yang beruntung dan merugi. Survey yang diadakan Hartford company menemukan bahwa dari 100 orang yang disurvey ternyata tidak mencapai 20 orang yang dikategorikan beruntung.
Dengan kemajuan pengetahuan yang datang untuk mencerahkan, memang membuat orang punya lebih banyak pilihan untuk menjadi pengusaha yang beruntung tetapi lagi-lagi semua akan kembali pada kualitas memilih (baca: transaksi). Tekhnologi dan pengetahuan hanyalah memudahkan dan memperbanyak pilihan. Untung-rugi adalah kualitas memilih dari yang kita ciptakan. Wajarlah kalau dikatakan, satu temuan tekhnologi bisa menggantikan pekerjaan ratusan orang biasa-biasa tetapi ratusan tekhnologi tidak akan bisa menggantikan pekerjaan satu orang ahli. Transaksi adalah keahlian dan tidak bisa didelegasikan kepada tehnologi.
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kebanyakan kerugian transaksi kehidupan disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. Tidak tahu harga / nilai komoditas
Pengusaha yang tidak tahu nilai komoditas akan membuat usahanya tidak untung atau salah menilai harga jual-beli komoditas. Contoh sederhana: buah mengkudu telah bertahun-tahun disia-siakan orang di sejumlah pedesaan di Indonesia. Setelah diketahui kandungan khasiatnya, barulah mengkudu perlu dibudidayakan. Nah, ada sejumlah peristiwa di dalam hidup kita yang bernasib sama dengan buah mengkudu. Kita menganggapnya tumbuhan liar yang perlu disingkirkan. Hanya orang yang telah berhasil lolos dari penyakit yang tahu nilai penyakit dan kesehatan. Hanya orang yang sudah berhasil menciptakan kesuksesan dari kegagalan yang tahu kegagalan bukanlah dosa laknat yang harus dihindari tetapi peristiwa hidup yang kita butuhkan.
2. Tidak tahu Indeks Pasar
Supaya transaksi bisa untung perlu dukungan data, informasi, pengetahuan dan pemahaman tentang harga yang berlaku bagi komoditas tertentu di pasaran. Demikian juga dengan diri kita. Teori apapun tidak berani memastikan berapa jumlah kuantitatif dan kualitatif komoditas yang kita amiliki di dalam untuk ditawarkan kepada kehidupan. Komoditas itu bisa bernilai tinggi sehingga layak disebut aset utama tetapi ada yang bernilai lebih rendah dari komoditas yang dimiliki oleh hewan.
Selama bertahun-tahu militer Amerika dan juga dunia termasuk pendidikan menjadikan IQ sebagai ukuran tunggal untuk menilai kecerdasan seseorang. Begitu EQ ditemukan lalu disusul temuan SQ, maka peta tolok ukur kecerdasan manusia berubah. Ketika indeks pasar sudah berbicara bahwa ternyata perasaan itu berperan penting sementara anda masih berpedoman tidak penting atau tidak tahu kegunaannya, maka telah terjadi pengabaian yang menyebabkan transaksi anda dengan kehidupan ini rugi.
Perkembangan eksplorasi ilmiah itu adalah gambaran bahwa anda tidak sekedar memiliki ketiga kecerdasan tetapi masih banyak yang belum diungkap dan belum digunakan sebagaimana mestinya padahal itu penting. Sekedar gambaran, Charles Handy menulis bahwa di luar pembahasan teori kecerdasan yang ada, manusia masih banyak menyimpan kecerdasan lain yang perlu diasah karena penting, seperti kecerdasan practical, logical, interpersonal, intrapersonal, verbal, dll. Semua keahlian yang anda miliki apabila dicerdaskan akan membuat transaksi untung karena akan didukung dengan akurasi pengetahuan dan keahlian.
3. Tidak menguasai unsur hal tekhnis
Transaksi membutuhkan penguasaan tekhnis baik di bisnis apalagi transaksi harga peristiwa kehidupan yang terjadi. Mungkin bentuknya sangat variatif. Penguasaan tekhnis kalau dirujukkan pada ajaran KOKORO (The heart of warrior) milik Yamaoko (1836-1888) bukan semata bergantung pada gerakan fisik. Yamaoko menulis: "Kalau muatan pikiran anda tidak punya akses-langsung ke tangan anda maka ribuan tehnik yang anda kuasai tidak ada gunanya". Tidak hanya sebatas penguasaan pedang tetapi tombol telephone pun demikian. Apalagi menghadapi orang atau peristiwa.
Ibarat seorang sopir kendaraan. Kalau hanya jasat sopir saja yang mengendalikan kendaraan, maka armada temuan tehnologi manapun tidak akan bisa membantu menghindarkan dari tabrakan. Demikian juga dengan hidup kita. Yang menentukan pada akhirnya bukan atribute eksternal tetapi murni bagaimana diri kita. Fasilitas digunakan untuk memudahkan atau memperindah tetapi kualitas keuntungan transaksi tidak bisa bergantung pada keahlian di bagian luar diri kita. Karena sesungguhnya yang di dalam itulah yang menampilkan apa yang di luar dan menciptakan ke luar.

Apa yang bisa anda lakukan?
Supaya bisa menciptakan transaksi yang menguntungkan, pembelajaran hidup yang perlu dijalani adalah seperti dikatakan Covey: mengasah gergaji. Untuk mengetahui apa saja yang harus anda asah, ada baiknya anda mempertajam gergaji berikut ini:
1. Kepercayaan Diri
Pengusaha yang untung dalam menciptakan transaksi umumnya cakap dalam mengungkap keunggulan komoditas setinggi-tingginya sehingga orang lain percaya. Maka, terciptalah transaksi kepercayaan yang menguntungkan. Tetapi kecakapan itu bukan peristiwa dadakan (dramatic event) melainkan keahlian yang diasah untuk menemukan keunggulan diri (negotiation skill) dan pengetahuan menyeluruh tentang konstelasi komoditas.
Ketika anda menerima peristiwa hidup yang tidak diinginkan, maka untung-rugi sebuah transaksi ditentukan oleh sejauhmana anda percaya bahwa peristiwa itu berharga, dan bahwa nilai yang dikandung di dalamnya bisa anda gunakan. Kalau anda tidak tahu harga dan tidak tahu kegunaanya (keunggulan) maka tawaran yang anda lakukan tidak akurat alias banyak melesetnya. Jadi belajarlan menemukan keunggulan dari semua tawaran peristiwa agar anda tidak menciptakan transaksi hanya karena didorong atau ditarik melainkan murni keputusan berdasarkan pengetahuan fakta optimal.
2. Mentalitas
Belajar pada teori militer, sensitivitas-diri seorang prajurit dibentuk dengan menggembleng doktrin yang membuatnya merasa “BE” (menjadi). Ketika sudah merasa “BE” maka gampang untuk “KNOW”. Ketika sudah “BE & KNOW” maka akan menjalankan “DO”. Demikian pula dengan doktrin pengusaha. Pertama kali adalah tanggung jawab atas resiko, dan kedua, menerima resiko itu dengan rasa memiliki.
Banyak peristiwa hidup yang terjadi begitu saja dan umumnya tidak kita inginkan. Perbedaan “BE pengusaha” dan tidak adalah bagaimana orang menerimanya. Pengusaha akan menerima sebagai materi tanggung jawab untuk diubah menjadi peristiwa yang diinginkan. Sementara orang yang bukan “BE Pengusaha” akan menerima sebagai materi apa adanya atau hanya menjadi bahan mengeluh dan bahan menyalahkan.
Gergaji kedua ini adalah lanjutan dari gergaji pertama. Tidak cukup anda meyakini kandungan makna di dalam setiap peristiwa hidup yang anda terima tetapi perlu mentalitas pengusaha untuk menemukan lalu memberdayakannya sebagai modal untuk melakukan transaksi selanjutnya. Syarat mutlak yang harus anda penuhi adalah tidak membiarkan peristiwa hidup anda dimiliki oleh orang lain melalui proses menyalahkan atau membiarkan. Kalau anda menyalahkan dengan dukungan alasan akurat, mungkin itu benar tetapi yang perlu diingat adalah tanggung jawab memberdayakan makna tidak akan menjadi milik siapa pun kecuali anda sendiri. Ajaran leadership menyatakan tanggung jawab tidak bisa didelegasikan.
3. Kendali
Gergaji ini berfungsi untuk menjalani proses mengasah secara terus-menerus. Kalau harus berhenti niatkan hanya untuk istirahat bukan meninggalkan. Begitu anda mendapat stimuli merugikan segeralah kembali pada predikat pengusaha dengan misi yang anda emban. Tanpa mengasah secara terus-menerus maka perubahan nilai komoditas, indek pasar dan penguasaan tehnis yang anda miliki akan ketinggalan dengan perubahan dunia yang sedemikian rupa. Karena tumpul, akibatnya bisa membuat anda tidak ‘pede’ lagi ketika tawaran transaksi muncul.

Tidak ada pengusaha yang langsung sukses; mendapatkan keuntungan banyak (80%) dari upaya sedikit (20%) dengan menjadi investor. Sebagai muatan mindset (vision), keinginan untuk menjadi investor dengan aplikasi 80:20 jelas sangat dibutuhkan. Hanya saja ketika muatan tersebut harus diimplementasikan dalam sebuah tindakan, maka mengasah gergaji adalah rumusan yang harus dilakukan. Kesuksesan itu seperti kata orang tidak sebagaimana jalan tol melainkan tangga. Kalau anda sudah berhasil menapakaki tangga pertama, logikanya anda berpotensi kuat untuk menaiki tangga kedua, ketiga dan seterusnya. Demikian pula kalau anda sudah bisa menghasilkan keuntungan sedikit. Logikanya anda punya potensi-diri dan peluang untuk menciptakan transaksi dengan keuntungan banyak hanya saja tidak langsung. Mudah-mudahan bisa anda jadikan bahan bertransaksi menguntungkan.(jp)

Posted by kami aksi lewat buka usaha | di 15.02 | 0 komentar

The Map Is Not The Territory


Oleh Ubaydillah, AN
Wanita muda itu hampir memutuskan untuk kembali ke perusahaan tempat ia bekerja dulu. Bagaimana tidak, dengan jabatan terakhirnya sebagai seorang Manager di sebuah hotel bintang empat, jalur ke arah pengembangan karir masih sangat terbentang luas dan jelas. Sementara keputusannya untuk menjalankan bisnis di bidang jasa Catering yang ditekuninya saat ini masih berupa tanda tanya besar. Bayangannya tentang dunia wirausaha ketika ia masih bekerja di hotel dulu tiba-tiba terasa sangat jauh dengan apa yang terjadi di lapangan dan dirasakannya saat ini. Semula "map" (peta) yang dipegang menjelaskan bahwa suatu bisnis adalah anda menciptakan produk kemudian pelanggan atau pembeli menukarnya dengan uang lalu dari hasil penukaran tersebut keuntungan diciptakan. Dari akumulasi keuntungan itulah kemudian asset perusahaan ditingkatkan.
Tetapi "territory" (kenyataan) atau fakta berbicara lain. Sudah berbulan-bulan bahkan nyaris satu tahun, usahanya belum menghasilkan transaksi yang melegakan. Bahkan keuntungan transaksi yang sedikit dan masih jarang itu habis untuk menutup biaya tak terduga akibat hambatan-hamabatan teknis seperti: handling complain pelanggan yang kurang efektif, biaya marketing yang kurang terkontrol, produk yang kurang memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan, dsb. Sudah begitu, terkadang ia terpaksa "nombok" ketika tanggal gajian tiba. Pendek kata, ia dihadapkan pada situasi yang serba salah.
Saat ia lupa dengan cita-cita menjadi seorang wirausawan dan pemilik suatu bisnis, terkadang muncul keinginan untuk menghentikan dengan paksa usahanya. Tetapi tiba-tiba ia ingat bahwa cita-citanya untuk menjadi wirausahawan adalah sesuatu yang sudah final; tidak bisa ditawar. Dengan melintasi siklus antara lupa dan ingat dengan cita-citanya, wanita lajang itu terus melakukan sesuatu antara creating customer dan handling jobs serta terkadang meng-istirahatkan diri. Seed of action tetap ia taburkan meskipun tidak membuahkan hasil yang diharapkan pada detik-detik ia membutuhkannya. Hingga suatu saat yang ia lupa tanggalnya, telephone berdering dari seseorang yang ingin mengadakan acara pernikahan sederhana. Ternyata penelpon itu adalah orang yang membaca surat penawaran via facsimile kantor yang dikirim sekian bulan yang lalu. Dari hasil pembicaraan disepakati bahwa seluruh menu yang dipesan tergolong mudah dilayani. Walhasil kepuasan bisa dicapai baik oleh penyedia dan pengguna jasa. Inilah yang disebut “The window of opportunity”.
Dari pengalaman inilah ia memahami “Ilmu pengetahuan khusus” untuk menjalankan bisnis dengan pendekatan improvisasi setapak demi setapak. Memahami bahwa seed of action itu tidak pernah bermakna sia-sia dalam arti yang kasat mata. Memahami bahwa peluang itu datangnya sangat tersembunyi setelah diciptakan persiapan internal yang matang. Memahami bahwa anak tangga yang dipasang oleh Hukum Alam tentang entrepreneurship tidak bisa dilewati melainkan butuh bimbingan untuk mempercepat langkah. Memahami bahwa saat-saat yang masih diliputi kegagalan demi kegagalan dalam menciptakan transaksi yang profitable punya makna sebagai referensi dan memperkokoh postur diri.
Sistem
Cerita wanita muda di atas mewakili sekian banyak umat manusia yang mengawali hidupnya sebagai pejuang gagasan di bidang apapun. Tetapi memang seperti yang dikatakan Alford Korzybski bahwa “ The map is not the territory”. Artinya persepsi anda tentang suatu realitas bukanlah realitas melainkan persepsi itu sendiri. Selamanya pemahaman konseptual tidak pernah tepat seratus persen dengan realitas dunia oleh karena itu gap selalu ada dan gap itulah yang harus anda letakkan ke dalam perspektif tantangan untuk diubah.
Tidak salah jika membangun bisnis diawali dengan persepsi menciptakan produk, menemukan pelanggan atau pembeli, dan menikmati keuntungan. Tetapi di sisi lain begitu mudahnya persepsi itu kabur sehingga tidak segagah seperti pada saat anda merumuskannya di atas kepala, menjadi sekedar human-talk, menjadi harapan yang jauh dari fakta atau dokumen sia-sia. Apa masalahnya?
Kalau merujuk pada cerita wanita muda di atas, maka jelas yang ia butuhkan sebenarnya adalah THE EFFORTS OF FINDING OUT THE SYSTEM THAT WORKS – menemukan suatu sistem yang tepat. Sebagai business owner maka yang dibutuhkan oleh si wanita adalah tindakan bagaimana ia menemukan celah di mana produk makanannya dalam kondisi siap untuk menciptakan benefit bagi pembeli pada saat yang tepat dengan nilai transaksi yang mendatangkan keuntungan dan terjadi secara rutin, predictable atau identified. Inilah yang disebut Sistem.
Jika muncul pertanyaan, mengapa tidak semua pebisnis meraih keuntungan meskipun diperkuat dengan modal besar; mengapa tidak semua kaum professional mandiri dengan professionalitasnya; dan mengapa terkadang masih bisa ditemukan seorang penjual air mineral di sebuah pangkalan Angkutan Kota yang bisa mandiri dengan keadaan hidupnya. Jawabannya tentu saja bukan persoalan kasta intelektual atau akademik, modal, atau lokasi strategis melainkan upaya menabur seed of action yang telah menemukan sistem untuk berbuah dalam bentuk prestasi dan kemandirian. Penjual air mineral yang telah memiliki sistem memahami dengan pasti siapa pelanggannya hari itu, air mineral merek apa yang disukai, dan kapan membeli. Jika ada calon pelanggan baru, ia sudah tahu bagaimana cara menggiringnya supaya membeli produk dagangannya.
Menemukan Sistem
Dalam artikelnya berjudul “The Slight Edge Philosophy”, seperti yang ditayangkan oleh Top Achievement (1998, Gene Donohue, Marlborough NH), Jeff Olson menyebut sistem itu dengan nama “The Slight Edge”, yaitu sebuah sistem tentang kesuksesan yang didasarkan pada akumulasi perbaikan-perbaikan kecil. " It is based on doing things that are easy-little disciplines which done consistently over time, add up to the biggest accomplishments”. Cuma masalahnya, karena sifatnya yang kecil dan gampang dilakukan, maka anda pun puya pilihan yang gampang untuk tidak melakukannya. Apalagi resikonya tidak membahayakan sama sekali. Artinya jika anda memilih tidak melakukan, anda tidak bakal mati atau terganggu hidup anda seketika.
Katakanlah, andaikan wanita muda di atas tidak pernah mengirim facsimile ke kantor orang yang sekarang ini menjadi pelanggannya, tentu saja ia tidak merasakan apapun dari resiko itu. Toh mengirim facsimile atau tidak mengirim hanya dibedakan oleh waktu yang bisa dihitung dengan jumlah menit. Tetapi waktu yang hanya berukuran menit itulah yang sebenarnya menjadi “The Slight Edge” – untuk memulai kesuksesan. Dengan istilah yang berbeda tetapi esensinya sama, Aristotle menyebutnya dengan Kebiasaan (The habit). “We are what we repeatedly do. Excellence, then, is not an act, but a habit." Anda menjadi sosok yang dihasilkan dari apa yang berulang-ulang anda kerjakan. Kesuksesan di bidang apapun tidak pernah dibangun dari tindakan sekali jadi melainkan kebiasaan. Excellency lahir dari kebiasaan yang excellent.
Menurut Jeff Olson, Excellency atau Quality of life, atau apapun bentuknya adalah side effect dari pembenahan kecil dan terus-menerus terhadap empat wilayah berikut:
• Philosophy
• Attitude
• Action
• Result
Philosophy adalah paradigma, pedoman, Ilmu Pengetahuan Khusus yang anda gunakan sebagai jurus untuk bermain di dalam kehidupan ini guna mendapatkan apa yang benar-benar anda inginkan. Dalam urutannya, paradigma merupakan muatan software internal anda yang menjadi sumber utama sebuah sikap dan tindakan. Untuk mencapai Excellent quality of life, maka anda harus menjadikan “The Slight Edge System” sebagai pedoman hidup. Paradigma yang tepat akan membentuk pola sikap yang tepat pula terhadap diri anda, orang lain, dan keadaan dunia pada umumnya dalam kaitan dengan upaya menjadi pejuang gagasan. Sikap yang tidak tepat akan mempercepat keinginan untuk ‘lupa’ dengan gagasan awal anda, mudah putus asa, dan patah. Ketika anda lupa, maka action anda berhenti atau berpindah ke tempat lain. Dengan sendirinya struktur dari kebiasaan anda pudar. Dan pada saat sudah terjadi demikian, anda bisa menjawab sendiri bagaimana result yang dihasilkan.
Pertanyaannya kemudian, apa yang anda butuhkan agar pembenahan yang anda lakukan di empat wilayah di atas terjaga sinergisitasnya dengan keadaan anda dan keadaan dunia. Tak lain adalah knowledge yang menurut Jeff Olson ditemukan sumbernya dari tiga hal:
1. Studied Knowledge
Bacalah materi pengembangan yang sudah ditulis oleh para ahli sesuai kebutuhan anda. Membaca adalah escalator yang memungkinkan untuk mempercepat pemahaman anda tentang manusia dan dunia . Begitu pemahaman sudah anda peroleh lebih dulu ketimbang orang lain, maka pemahaman itu bisa menjadi competitive advantage bagi anda.
2. Activity Knowledge
Sudah jelas bahwa hidup ini merupakan proses oleh karena itu jalan menuju kesuksesan selalu dalam posisi sedang diperbaiki. Kuncinya adalah anda harus melakukan sesuatu yang anda butuhkan. Jangan menunggu sesuatu yang anda butuhkan lalu baru melakukan. Melakukan berarti menyelami territory ke tingkat yang lebih dalam untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam. Knowledge oleh sebab itu, is power.
3. Modeled Knowledge
Selain materi yang sudah ditulis oleh para pakar di bidangnya, kehidupan ini masih menyisakan tanda tanya yang tidak tertulis tetapi mempunyai pengaruh konkrit dalam hidup anda. Contoh saja "The Law of Association". Menurut Hukum ini, anda mendapatkan apa yang benar-benar anda inginkan sebanding kurang lebihnya dengan apa yang didapatkan oleh sepuluh orang pertama yang dekat dengan anda. Pepatah lama mengatakan, Jika anda ingin mengetahui seseorang, cukup anda mengetahui dengan siapa ia berteman dan berasosiasi.
Energi
Di luar bagan yang telah dirumuskan oleh Jeff Olson di atas, tidak bisa dipungkiri bahwa anda membutuhkan energi atau "mental fuel" yang berfungsi sebagai mobilisator. Energi itulah yang akan menggerakkan anda ke arah kiblat tertentu yang anda tuju. Energi tersebut meliputi:
1. Konsentrasi
Awalnya semua orang punya bakat alamiah untuk merealisasi apa yang benar-benar diinginkan dari kehidupan ini. Jika kemudian terjadi kenyataan yang sebaliknya, tentu saja sebabnya yang paling utama adalah pilihan konsentrasi. Satu sisi anda punya keinginan untuk maju dengan cita-cita dan gagasan anda tetapi pada sisi lain muncullah keinginan untuk tidak mau melawan virus yang mengajak anda mundur. Keinginan meraih sesuatu versus keinginan menghindar dari sesuatu; keinginan mengingat versus keinginan melupakan.
Semua bentuk konflik keinginan di atas terjadi di dalam diri anda, dan oleh sebab itu konsentrasi anda butuhkan dalam kaitan dengan bagaimana keberadaan anda setiap saat selalu barada di atas garis menuju realisasi gagasan (staying on track). Jika anda tiba-tiba lupa dengan cita-cita anda, cepatlah menarik diri untuk ingat. Gunakan konsentrasi untuk memperpanjang durasi ingatan, maju, dan meraih sesuatu. Buatlah kavling atau pembatas yang jelas agar pikiran bisa bekerja melawan semua distraksi yang akan menjauhkan anda dari keinginan meraih sesuatu. Dalam hal ini memang dibutuhkan pengorbanan untuk melupakan sesutau yang tidak penting yang terkadang setelah anda sadari tidak ada kaitan apapun dengan misi, visi, dan tujuan anda.
2. Komitmen
Komitmen adalah bentuk tanggung jawab anda terhadap cita-cita dan gagasan anda. Berbeda dengan human talk atau keinginan umum yang tidak dipertanggung jawabkan. Sekedar bicara gagasan dan cita-cita, semua orang pasti menyimpan gagasan di kepalanya tentang hal yang enak-enak. Tetapi kenyataannya memperjuangkan gagasan tidak selamanya berhubungan dengan hal yang enak atau tidak enak melainkan mau tidak mau berupa responsible action.
Komitmen terjadi di dalam proses merealisasikan apa yang anda inginkan sementara hal yang enak-enak itu merupakan efek sampingan saja. Di bidang bisnis misalnya, uang adalah efek samping dari benefit yang anda berikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Kesuksesan adalah daya tarik yang anda ciptakan di dalam diri anda. Tanpa komitmen terhadap The Slight Edge System, sangat mudah bagi anda untuk segera terperangkap dalam pengembaraan asumsi yang terkadang sia-sia di mana anda menghabiskan waktu untuk mencari dan menghindar dari orang lain. Padahal mestinya anda mengeluarkan sesuatu dari dalam diri anda untuk menciptakan benefit bagi orang lain lalu terjadi feedback setimpal bahkan terkadang lebih besar.
3. Integritas
Dalam hubungannya dengan memperjuangkan gagasan, integritas lebih gampang diartikan dengan ukuran cinta dan rasa sayang anda terhadap cita-cita, gagasan, dan keinginan. Dengan kata lain seberapa hebat anda mampu “living with them”. Keluarga Jackson berlatih musik yang dibimbing oleh orang tuanya selama dua puluh enam jam dalam satu hari. Bayangkan, sementara semua manusia hanya memiliki waktu dua puluh empat jam. Memang, awalnya anda harus lebih dulu membangkitkan energi yang membuat anda memiliki integritas terhadap cita-cita dan gagasan anda. Begitu integritas sudah tercipta, andalah yang dibangkitkan.
Inilah rahasia mengapa Edison atau Abraham Lincoln tidak pernah kapok dengan sekian kegagalannya padahal kalau diukur dengan kualitas manusia umum mereka sudah memiliki alasan yang sangat cukup kuat untuk menghentikan eksperimennya. Bukan Edison, Abraham, atau Soekarno yang menyuruhnya untuk maju tetapi mereka telah digerakkan oleh energi intergritas yang tidak mampu dibendung meskipun oleh dirinya sendiri.
Kembali ke perihal “The map is not the territory”, maka jadikan peta itu sebagai guideline. Biarkan ia sebagai bintang yang bersinar. Jangan disobek atau dibuang di tong sampah ketika anda menemukan gap antara the map dan the territory. Karena yang benar-benar anda perlukan adalah menyempurnakannya seiring dengan kemajuan penyelaman terhadap kawasan teritorial. Jagalah agar peta anda tetap akurat sehingga tidak menyesatkan anda ketika hendak dijadikan referensi hidup berikutnya. Semoga berguna. (jp)

Posted by kami aksi lewat buka usaha | di 15.02 | 0 komentar

Writing Skill - Motivasi Menulis Bagi Kaum Profesional


Skill - Motivasi Menulis Bagi Kaum Profesional.

Keahlian Berkomunikasi (baca: Menulis) Adalah Kunci Keberhasilan Kaum Profesional
"Communication is the most important skill in life."-- Stephen Covey
(Pengarang Seven Habits)
“Reading maketh a full man, conference a ready man, and writing an exact man” – Sir Francis Bacon
(Bapak Ilmu Pengetahuan Modern)
“Writing – the art of communicating thoughts to the mind – is the great invention in the world Great, very great, it enabling us to converse with the dead, the absent, and the unborn, at all distances of time and space, and great not only in its direct benefits, but its great help to all other inventions.” – Abraham Lincoln
(Mantan Presiden Amerika)
“From poetry to letters to stories to laws, we must learn to write in order to participate in the range of experiences available to us as human beings. Our spiritual lives, our economic success, and our social networks are all directly affected by our willingness to do the work necessary to acquire the skill of writing. In a very real way neither our democracy nor our personal freedoms will survive unless we as citizens take the time and make the effort needed to learn how to write.” -- Mantan Senator, Bob Kerry
(National Commission on Writing)
"Kemampuan menulis setiap orang hanya dibatasi oleh imajinasi."-- Ikhwan Sopa
(Kayaknya belon ada yang ngomong begini)
Sebagai profesional, kita dituntut untuk selalu berhubungan dengan pihak lain. Berhubungan dengan pihak lain dilakukan dengan berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi dengan baik, benar, efektif dan efisien adalah tuntutan mutlak bagi kemajuan karir, enterpreneurship dan leadership. Itu sebabnya orang-orang yang punya karir bagus, pengusaha sukses dan para pemimpin besar bisa dipastikan hebat dalam berbicara, menulis, membaca dan mendengar.
Kita bisa memastikan hal itu dengan melihat berbagai fakta sejarah dari orang-orang terkenal. Lihatlah Adolf Hitler, Mussolini, Bung Karno, Bung Hatta, RA Kartini, Fidel Castro, Saddam Husein, Kwik Kian Gie, Gde Prama, Rhenald Kasali, Bondan Winarno atau Hermawan Kertajaya. Itu semua masih terlalu sedikit untuk mewakili semua contoh nyata.
Pidato mereka begitu terkenal, menjadi inspirasi dan didengar oleh banyak orang. Kata-kata mereka menjadi kutipan abadi. Buku, tulisan dan bahkan surat-surat pribadi mereka menjadi best seller sepanjang zaman. Mereka telah membaca begitu banyak literatur dan referensi. Apa yang mereka baca selalu dianjurkan untuk dibaca oleh semua orang lain hanya karena mereka membacanya, dengan harapan kemampuan mereka bisa diwarisi oleh para pengikutnya. Lebih dari itu, mereka adalah orang-orang yang sangat pandai dalam mendengarkan orang lain, situasi dan keadaan. Mereka adalah para ahli dalam berkomunikasi.
Mengapa toko buku tak pernah sepi dari pengunjung? Mengapa sepatah dua patah kata dari para tokoh dan selebriti selalu diharapkan dalam setiap event? Mengapa kursus bahasa Inggris dan ilmu komputer begitu laris? Mengapa iklan di media massa dipandang sebagai cara efektif untuk mendongkrak penjualan? Mengapa narasumber tertentu begitu sibuknya menjawab pertanyaan konsultasi atau memberikan seminar dan pelatihan? Kuncinya adalah fakta bahwa setiap orang secara alamiah sangat menghargai kemampuan berkomunikasi!
Jika kita cermati, kemampuan berkomunikasi dikembangkan dari empat modal pokok yaitu:
- Listening atau mendengar;
- Speaking atau berbicara;
- Reading atau membaca; dan
- Writing atau menulis.
Perhatikan bahwa empat modal dasar di atas tidak pernah berdiri sendiri. Perhatikan pula bahwa urut-urutannya tidak bisa ditentukan dengan ranking. Anda pasti yakin bahwa sekalipun writing atau menulis dalam modal dasar di atas diletakkan di baris akhir, keberadaannya harus tetap merupakan satu kesatuan dengan modal dasar lainnya secara proporsional dan berimbang. Apa yang harus kita lakukan adalah mencapai keseimbangan itu dengan menulis sebanyak kita berbicara, mendengar dan membaca. Anda bisa mencapai apa yang Anda cita-citakan dalam karir, enterpreunership dan leadership hanya jika Anda memiliki bekal yang lengkap. Salah satunya, adalah kemampuan menulis.
Mengapa harus Menulis?
Dalam berkomunikasi lisan, kita menyampaikan ide kepada orang lain. Komunikasi itu hanya akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak disampaikan memang bisa tepat sama dengan apa yang dipersepsi oleh pihak penerimanya. Dalam menulis, kata-kata adalah batu bata dalam berkomunikasi yang memiliki fungsi sama. Berbicara kepada anak-anak membutuhkan bahasa lisan yang bisa dimengerti dan dipahami oleh anak-anak. Berbicara kepada orang tua dari kaum profesional menuntut hal yang sama. Begitu pula dengan menulis. Jika Anda sudah berbicara seumur hidup Anda, maka Anda sangat mungkin tidak menghadapi kendala dalam berkomunikasi lisan. Akan tetapi, jika akumulasi aktivitas menulis Anda hanya 3 tahun sementara usia Anda sudah 25 tahun atau lebih, maka Anda sangat mungkin mengalami berbagai kesulitan dalam berkomunikasi secara tertulis. Sebabnya hanya satu, jam terbang Anda dalam menulis masih terhitung rendah. Maka sekali lagi, kita tidak punya pilihan lain kecuali mencoba untuk menulis sebanyak kita membaca, sebanyak kita mendengar dan sebanyak kita berbicara.
Formulir, laporan, proposal, hasil pertemuan, perjanjian, pernyataan, research memo, judicial review dan sebagainya jelas menuntut keahlian menulis yang baik. Itu artinya perlu latihan, brainstorming dan diskusi. Salah satu media latihan yang terbaik adalah menulis di berbagai media seperti jurnal, majalah, surat kabar dan sebagainya atau bahkan menulis buku. Maka, menulis menjadi bagian tak terpisahkan dari profesi seseorang.
Francis Bacon (filsuf Inggris yang disebut sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan Modern) mengatakan “reading maketh a full man, conference a ready man, and writing an exact man”. Oleh sebab itu, pengetahuan dan keahlian seseorang akan dapat dikembangkan dengan akurat dan efektif melalui kegiatan menulis dari pada sekedar membaca atau berdiskusi saja.
Ingatlah kembali bagaimana sulitnya Anda saat masih di Taman Kanak-kanak, saat di SD, SMP, SMA atau bahkan di bangku kuliah. Anda telah belajar dengan keras, susah payah atau bahkan menyakitkan. Mulanya Anda hanya dituntut untuk bisa berkata-kata. Kemudian Anda diperkenalkan pada huruf dan simbol. Selanjutnya Anda dituntut untuk selalu membaca. Pada saat yang sama, Anda juga mulai dituntut untuk mulai menulis dan mendengarkan orang lain dengan lebih baik. Memasuki SMP, Anda diharapkan sudah menguasai semuanya.
Sejak saat itu Anda mulai menguasai semuanya. Anda mulai pintar membaca, mendengar orang lain lewat debat dan diskusi, mulai pandai berbicara dan sesekali menulis. SEKALI-SEKALI? Ya Anda hanya menulis sekali-sekali saja! Coba Anda hitung dan bandingkan porsi Anda dalam membaca, mendengar atau berbicara dengan menulis. Anda pasti terkejut bahwa aktivitas menulis Anda tidak akan mencapai 25% dari keseluruhan aktivitas Anda. Dalam banyak hal, pekerjaan menulis laporan atau proposal bahkan sudah menjadi semacam alergi bagi Anda sendiri. Apa yang terjadi?
Yang terjadi sesungguhnya adalah ketidakseimbangan dalam perkembangan kemampuan Anda. Dan dalam hal ini, Anda telah menyia-nyiakan apa yang sudah Anda peroleh sejak kecil dengan mengembangkannya tanpa memperhatikan proporsi. Kemampuan menulis itu penting. Penting bagi karir Anda, penting bagi cita-cita Anda dan penting bagi karakter kepemimpinan Anda.

Posted by kami aksi lewat buka usaha | di 15.00 | 0 komentar

Risiko Wirausahawan dalam Pengembangan Bisnis

Oleh Lilly H. Setiono

Seiring dengan perkembangan usaha yang biasanya diikuti dengan perubahan gaya manajemen, maka pada saat yang sama para wirausahawan dihadapkan pada berbagai risiko. Bagi sebagian wirausahawan yang memiliki keberanian dan kematangan berpikir risiko-risiko tersebut mungkin sudah diantisipasi dan dapat dilalui dengan baik. Namun bagi sebagian wirausahawan yang lain, risiko yang harus dihadapi dalam pengembangan usahanya bisa jadi dirasakan terlalu berat dan penuh ketidakpastian sehingga mereka lebih memilih untuk mempertahankan status quo.
Risiko Riil & Psikologis
Pada dasarnya ada dua risiko yang dihadapi oleh para wirausahawan ketika diberikan kesempatan untuk mengembangkan usahanya. Kedua risiko tersebut adalah:
1. Risiko Riil, adalah risiko yang terlihat, bisa dihitung, bisa diantisipasi dan bisa dihindari. Termasuk dalam risiko ini adalah:
1. Kehilangan modal baik yang sudah ditanam dan akan ditanamkan ke dalam perusahaan
2. Kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, di masa sekarang ataupun masa depan
3. Kehilangan mata pencaharian untuk menutupi kebutuhan sehari-hari
4. Kehilangan kendali atas kekuasaan yang selama ini dimilikinya (decision-making) karena ada pengalihan gaya bisnis keluarga menjadi gaya bisnis profesional
2. Risiko Psikologis, adalah risiko yang tidak terlihat, tidak bisa dihitung, bisa diantisipasi, tetapi belum tentu bisa dihindarkan. Termasuk dalam risiko ini adalah:
1. Kehilangan reputasi (hilang muka, nama besar, citra, dsb) dan risiko menanggung malu
2. Kehilangan kepercayaan – pada diri sendiri dan pada orang lain (Menjadi paranoid atau blind-dependency)
3. Kehilangan perasaan “potent” atau mampu yang akan menyebabkan hilangnya rasa percaya diri
4. Kehilangan jatidiri (terutama bagi mereka yang sudah menganggap keberadaan perusahaan sebagai keberadaan dirinya sendiri)
5. Kehilangan motivasi untuk berjuang
Alasan
Dari keempat risiko riil yang dihadapi oleh seorang wirausahawan seperti yang disebutkan di atas, risiko yang seringkali terlewatkan dan tidak dipertimbangkan secara mendalam adalah risiko terakhir, yaitu kehilangan kendali atau kekuasaan karena perubahan gaya bisnis keluarga ke gaya bisnis profesional. Banyak wirausahawan yang menganggap hal ini bukan sebuah risiko yang harus dipertimbangkan dan tetap memaksakan untuk mempertahankan gaya bisnis lama ke dalam perusahaannya. Kenyataannya, gaya ini seringkali tidak bertahan lama dan mungkin akan membawa kerugian lain (kehilangan kesempatan). Di lain pihak penerapan gaya bisnis tersebut justru membuat para profesional tidak dapat memberikan kemampuan terbaik yang mereka miliki.
Dampak utama dari pengabaian resiko tersebut adalah perusahaan yang lamban berkembang dan sumberdaya yang ada menjadi tidak efisien. Revenue perusahaan tetap tetapi cost menjadi lebih tinggi karena adanya investasi baru dan menyebabkan menurunnya keuntungan. Selain itu, para pekerja menjadi bingung karena banyak keputusan yang ambivalen dan tidak jelas arahnya sesuai dengan kebingungan dan ketidak-jelasan sikap wirausahawan. Ibaratnya, perusahaan menjadi sebuah mobil mewah dengan kapasitas 4000 cc dengan harga beli miliaran tetapi hanya bisa digunakan beberapa kali saja saat liburan karena beban biaya untuk digunakan di Jakarta ketika jam bubaran kantor di tengah hujan rintik sangat tinggi. Akibatnya, si pemilik akan mengencangkan ikat pinggang dan berusaha menekan pengeluaran lain, biasanya pengeluaran variabel, seperti gaji, fasilitas, dan logistik demi mempertahankan cash-flownya. Keuntungan akan menjadi kerugian dan pemilik akan merasa kelelahan sendiri karena bekerja lebih keras hanya untuk menutupi biaya yang bertambah besar itu.
Mengapa begitu sulit bagi seorang wirausahawan menyerahkan kendali perusahaan kepada para profesionalnya? Jawabnya adalah karena banyak diantara mereka merasa frustrasi dengan para profesional yang seringkali bersikap arogan dan tidak nyambung dengan kebutuhan, visi dan misi si wirausahawan. Frustrasi para pemilik ini lalu dilontarkan sebagai keluhan bahwa mencari manajer atau orang yang tepat sangat sulit, apalagi mencari orang yang memiliki profesionalisme yang tinggi. Coba kita dengar keluhan umum para pengusaha yang antara lain:
• “Kita bukannya tidak mau memberikan wewenang dan tanggungjawab kepada para profesional tetapi tolonglah carikan orang yang tepat. Kita sering kecewa dengan para manager kita”
• “Ah, sulit untuk berbisnis besar di Indonesia karena kualitas sumberdaya manusianya begitu rendah sehingga tidak mungkin produktivitas itu tinggi”
• “Yang paling bikin susah punya bisnis di Indonesia adalah urusan ketenaga-kerjaan; susah sekali mengatur orang, sudah malas, bodoh, tidak mau mengerti, bisanya hanya menuntut, dan harus diatur dengan keras karena seringkali diberi hati malah minta ampela”
Keluhan di atas sangat umum dan mungkin sudah sangat sering kita dengar, tetapi apakah kenyataannya benar demikian???
Langkah Pencegahan
Keluhan-keluhan seperti yang disebutkan di atas seharusnya tidak perlu terjadi jika para wirausahawan sudah mempersiapkan infrastruktur sumber daya manusia sejak keputusan pengembangan perusahaan dibuat. Seperti halnya dalam perencanaan keuangan, sumberdaya ini harus dibuat secara rinci dan jelas mengikuti rencana pengembangan perusahaan. Hal-hal yang harus dipikirkan adalah arah pengembangan perusahaan, ruang lingkup & fungsi SDM yang dibutuhkan (manager lini atau eksekutif puncak), kualitas yang sesuai dengan visi dan keadaan perusahaan, wewenang & tanggung jawab yang dia akan miliki, jenis kepribadian yang sesuai dengan perusahaan dan wirausahawan, dsb.
Dalam kenyataannya, perencanaan SDM ini jarang dilakukan oleh para wirausahawan bahkan seringkali dilupakan. Hal yang lebih sering terjadi adalah SDM baru dicari dan direkut ketika kebutuhan untuk itu sudah sangat mendesak, sehingga proses pencarian profesional seringkali tidak efektif, karena dilakukan tergesa-gesa dan tanpa perencanaan yang matang. Penempatan para profesional di dalam perusahaan menjadi proses “tambal sulam”. Akibatnya, pembajakan terhadap tenaga profesional sering terjadi, padahal belum tentu profesional hasil bajakan tersebut tepat dengan kebutuhan perusahaan, mengingat kondisi dan iklim kerja yang berbeda. Akhirnya tidak jarang si wirausahawan menjadi kecewa apalagi ditambah dengan biaya rekrutmen yang biasanya cukup tinggi. Idealnya proses rekrutmen dan seleksi tentu harus melalui beberapa tahapan, termasuk perencanaan dan standard kualitas SDM yang rinci, agar perusahaan bisa mendapatkan para profesional yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan perusahaan tersebut.(Baca juga artikel: Merekrut Karyawan dan Analisis Jabatan dalam Proses Rekrutmen dan Seleksi)(jp)

Posted by kami aksi lewat buka usaha | di 14.59 | 1 komentar

Writing Skill - Motivasi Menulis Bagi Kaum Profesional (Special Article)

Keahlian Berkomunikasi (baca: Menulis) Adalah Kunci Keberhasilan Kaum Profesional

"Communication is the most important skill in life."-- Stephen Covey
(Pengarang Seven Habits)

“Reading maketh a full man, conference a ready man, and writing an exact man” – Sir Francis Bacon
(Bapak Ilmu Pengetahuan Modern)

“Writing – the art of communicating thoughts to the mind – is the great invention in the world Great, very great, it enabling us to converse with the dead, the absent, and the unborn, at all distances of time and space, and great not only in its direct benefits, but its great help to all other inventions.” – Abraham Lincoln
(Mantan Presiden Amerika)

“From poetry to letters to stories to laws, we must learn to write in order to participate in the range of experiences available to us as human beings. Our spiritual lives, our economic success, and our social networks are all directly affected by our willingness to do the work necessary to acquire the skill of writing. In a very real way neither our democracy nor our personal freedoms will survive unless we as citizens take the time and make the effort needed to learn how to write.” -- Mantan Senator, Bob Kerry
(National Commission on Writing)

"Kemampuan menulis setiap orang hanya dibatasi oleh imajinasi."-- Ikhwan Sopa
(Kayaknya belon ada yang ngomong begini)

Sebagai profesional, kita dituntut untuk selalu berhubungan dengan pihak lain. Berhubungan dengan pihak lain dilakukan dengan berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi dengan baik, benar, efektif dan efisien adalah tuntutan mutlak bagi kemajuan karir, enterpreneurship dan leadership. Itu sebabnya orang-orang yang punya karir bagus, pengusaha sukses dan para pemimpin besar bisa dipastikan hebat dalam berbicara, menulis, membaca dan mendengar.

Kita bisa memastikan hal itu dengan melihat berbagai fakta sejarah dari orang-orang terkenal. Lihatlah Adolf Hitler, Mussolini, Bung Karno, Bung Hatta, RA Kartini, Fidel Castro, Saddam Husein, Kwik Kian Gie, Gde Prama, Rhenald Kasali, Bondan Winarno atau Hermawan Kertajaya. Itu semua masih terlalu sedikit untuk mewakili semua contoh nyata.

Pidato mereka begitu terkenal, menjadi inspirasi dan didengar oleh banyak orang. Kata-kata mereka menjadi kutipan abadi. Buku, tulisan dan bahkan surat-surat pribadi mereka menjadi best seller sepanjang zaman. Mereka telah membaca begitu banyak literatur dan referensi. Apa yang mereka baca selalu dianjurkan untuk dibaca oleh semua orang lain hanya karena mereka membacanya, dengan harapan kemampuan mereka bisa diwarisi oleh para pengikutnya. Lebih dari itu, mereka adalah orang-orang yang sangat pandai dalam mendengarkan orang lain, situasi dan keadaan. Mereka adalah para ahli dalam berkomunikasi.

Mengapa toko buku tak pernah sepi dari pengunjung? Mengapa sepatah dua patah kata dari para tokoh dan selebriti selalu diharapkan dalam setiap event? Mengapa kursus bahasa Inggris dan ilmu komputer begitu laris? Mengapa iklan di media massa dipandang sebagai cara efektif untuk mendongkrak penjualan? Mengapa narasumber tertentu begitu sibuknya menjawab pertanyaan konsultasi atau memberikan seminar dan pelatihan? Kuncinya adalah fakta bahwa setiap orang secara alamiah sangat menghargai kemampuan berkomunikasi!

Jika kita cermati, kemampuan berkomunikasi dikembangkan dari empat modal pokok yaitu:

- Listening atau mendengar;
- Speaking atau berbicara;
- Reading atau membaca; dan
- Writing atau menulis.

Perhatikan bahwa empat modal dasar di atas tidak pernah berdiri sendiri. Perhatikan pula bahwa urut-urutannya tidak bisa ditentukan dengan ranking. Anda pasti yakin bahwa sekalipun writing atau menulis dalam modal dasar di atas diletakkan di baris akhir, keberadaannya harus tetap merupakan satu kesatuan dengan modal dasar lainnya secara proporsional dan berimbang. Apa yang harus kita lakukan adalah mencapai keseimbangan itu dengan menulis sebanyak kita berbicara, mendengar dan membaca. Anda bisa mencapai apa yang Anda cita-citakan dalam karir, enterpreunership dan leadership hanya jika Anda memiliki bekal yang lengkap. Salah satunya, adalah kemampuan menulis.

Mengapa harus Menulis?

Dalam berkomunikasi lisan, kita menyampaikan ide kepada orang lain. Komunikasi itu hanya akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak disampaikan memang bisa tepat sama dengan apa yang dipersepsi oleh pihak penerimanya. Dalam menulis, kata-kata adalah batu bata dalam berkomunikasi yang memiliki fungsi sama. Berbicara kepada anak-anak membutuhkan bahasa lisan yang bisa dimengerti dan dipahami oleh anak-anak. Berbicara kepada orang tua dari kaum profesional menuntut hal yang sama. Begitu pula dengan menulis. Jika Anda sudah berbicara seumur hidup Anda, maka Anda sangat mungkin tidak menghadapi kendala dalam berkomunikasi lisan. Akan tetapi, jika akumulasi aktivitas menulis Anda hanya 3 tahun sementara usia Anda sudah 25 tahun atau lebih, maka Anda sangat mungkin mengalami berbagai kesulitan dalam berkomunikasi secara tertulis. Sebabnya hanya satu, jam terbang Anda dalam menulis masih terhitung rendah. Maka sekali lagi, kita tidak punya pilihan lain kecuali mencoba untuk menulis sebanyak kita membaca, sebanyak kita mendengar dan sebanyak kita berbicara.

Formulir, laporan, proposal, hasil pertemuan, perjanjian, pernyataan, research memo, judicial review dan sebagainya jelas menuntut keahlian menulis yang baik. Itu artinya perlu latihan, brainstorming dan diskusi. Salah satu media latihan yang terbaik adalah menulis di berbagai media seperti jurnal, majalah, surat kabar dan sebagainya atau bahkan menulis buku. Maka, menulis menjadi bagian tak terpisahkan dari profesi seseorang.

Francis Bacon (filsuf Inggris yang disebut sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan Modern) mengatakan “reading maketh a full man, conference a ready man, and writing an exact man”. Oleh sebab itu, pengetahuan dan keahlian seseorang akan dapat dikembangkan dengan akurat dan efektif melalui kegiatan menulis dari pada sekedar membaca atau berdiskusi saja.

Ingatlah kembali bagaimana sulitnya Anda saat masih di Taman Kanak-kanak, saat di SD, SMP, SMA atau bahkan di bangku kuliah. Anda telah belajar dengan keras, susah payah atau bahkan menyakitkan. Mulanya Anda hanya dituntut untuk bisa berkata-kata. Kemudian Anda diperkenalkan pada huruf dan simbol. Selanjutnya Anda dituntut untuk selalu membaca. Pada saat yang sama, Anda juga mulai dituntut untuk mulai menulis dan mendengarkan orang lain dengan lebih baik. Memasuki SMP, Anda diharapkan sudah menguasai semuanya.

Sejak saat itu Anda mulai menguasai semuanya. Anda mulai pintar membaca, mendengar orang lain lewat debat dan diskusi, mulai pandai berbicara dan sesekali menulis. SEKALI-SEKALI? Ya Anda hanya menulis sekali-sekali saja! Coba Anda hitung dan bandingkan porsi Anda dalam membaca, mendengar atau berbicara dengan menulis. Anda pasti terkejut bahwa aktivitas menulis Anda tidak akan mencapai 25% dari keseluruhan aktivitas Anda. Dalam banyak hal, pekerjaan menulis laporan atau proposal bahkan sudah menjadi semacam alergi bagi Anda sendiri. Apa yang terjadi?

Yang terjadi sesungguhnya adalah ketidakseimbangan dalam perkembangan kemampuan Anda. Dan dalam hal ini, Anda telah menyia-nyiakan apa yang sudah Anda peroleh sejak kecil dengan mengembangkannya tanpa memperhatikan proporsi. Kemampuan menulis itu penting. Penting bagi karir Anda, penting bagi cita-cita Anda dan penting bagi karakter kepemimpinan Anda.

Perhatikan grafik berikut ini. Grafik ini tidak dibuat berdasarkan data-data, namun demikian kita bisa sangat yakin bahwa fenomena ini memang nyata adanya.

Selama sekolah Anda masih mungkin bisa menyeimbangkan kemampuan dalam menulis, membaca, mendengar dan berbicara. Akan tetapi begitu kita memasuki dunia karir dan wilayah kerja, perkembangan kemampuan menulis Anda mulai tertinggal jauh dari kemampuan Anda dalam membaca, mendengar dan berbicara. Sengaja atau tidak, aktivitas menulis Anda hanya dibatasi pada laporan, formulir atau proposal. Padahal, kemampuan Anda yang lain terus tumbuh dan berkembang. Maka, sangat mungkin kemampuan menulis Anda menjadi stagnan atau bahkan menurun. Cepat atau lambat, sesuai karakteristiknya penurunan kemampuan dalam menulis justru berkembang menjadi hambatan bagi kemajuan kemampuan membaca, mendengar dan berbicara.

Tidak menulis berarti Anda telah menyia-nyiakan kemampuan dasar yang sudah Anda peroleh di masa-masa awal pendidikan Anda. Dengan kata lain, telah terjadi penyimpangan dari rencana hidup atau blue print Anda sendiri, yang semestinya dikembangkan secara paralel dan seimbang!

Berikut ini adalah fakta-fakta tentang pentingnya menulis bagi keberhasilan seorang profesional.

Hackett, Betz dan Doty (1985), dalam sebuah buku mereka mengungkapkan bagaimana karir seseorang bisa dikembangkan melalui sebuah matriks seperti berikut ini.
Communication Skill Career Advancement Skill
Interpersonal Skill Job-Specific Skill
Political Skill Adaptive-Cognitve Skill
Administrative and Leadership Skill Career Management Skill

Kemampuan menulis adalah bagian yang tak terpisahkan dari pengembangan Job-Specific Skill. Oleh sebab itu, mereka meletakkan kemampuan menulis sebagai salah satu unsur utama. Kemampuan menulis bisa dikembangkan dengan cara-cara:

- Sering menulis berdasarkan kegunaan (purpose) spesifik atau audience spesifik;
- Memahami fakta bahwa “menulis” adalah “menengok kembali” (writing is revising). Dengan kata lain, menulis adalah memperdalam keahlian Anda;
- Memperoleh pengalaman editing yang akan bermanfaat tidak hanya untuk menulis akan tetapi secara keseluruhan bermanfaat untuk pengembangan kemampuan riset dan auditory atau observasi;
- Mempublikasikan tulisan.

Seorang pakar komunikasi, Donna M. Mc. Cune mengungkapkan pengalamannya. Bisa jadi Anda adalah seorang profesional yang hebat. Berapa lamakah karir Anda akan tetap bersinar? 10 tahun? 20 tahun? 30 atau 50 tahun? Jika profesi Anda menuntut pemikiran yang hebat, atau jika Anda harus bekerja dengan tangan atau kaki Anda, Anda mungkin masih bisa melakukannya dengan baik saat ini. Bagaimana dengan 20 atau 30 tahun lagi? Anda jelas tidak akan bisa bertahan hanya dengan menekan-nekan tombol keyboard di depan komputer untuk melakukan entry atas hal-hal yang sama sepanjang hidup Anda. Jika Anda bercita-cita menjadi petani atau traveller pengeliling dunia, Anda pun sudah harus mempersiapkannya dari sekarang. Lebih dari itu, ada satu hal yang bisa amat membantu mencapai apapun cita-cita Anda di masa depan dan pada saat yang sama menyelesaikan berbagai tugas Anda di masa sekarang dengan lebih baik, yaitu lebih sering menulis.

Jika kita perhatikan baik-baik, tingkatan achievement yang dianggap paling tinggi bagi seorang profesional adalah membagi semua ilmu yang dimiliki kepada orang lain. Itu sebabnya setiap orang hebat di dunia pada akhirnya akan menulis buku atau menjadi public speaker yang berbicara di depan orang banyak. Artinya, hampir bisa dipastikan bahwa karir setiap profesional akan bermuara pada aktivitas berbicara dan menulis. Menjadi pembicara atau penulis. Seorang S3 pada akhirnya harus mampu berbicara dan menulis dengan baik. Seorang pedagang asongan yang sempat menjadi konglomerat pun demikian. Maka, menulis adalah alat survival.

Anda harus percaya, muara manapun yang Anda pilih – pembicara atau penulis, kemampuan menulis adalah tulang punggungnya. Masalahnya, apa yang sudah Anda persiapkan mulai sekarang, sementara kita mengetahui bahwa aktivitas menulis Anda terbilang minim?

Pada tahun 1988, sebuah survey melaporkan bahwa 79% dari eksekutif yang menjadi objek survey mengungkapkan bahwa menulis adalah kemampuan yang paling diabaikan dalam dunia bisnis. Padahal menurut mereka, keahlian menulislah yang justru paling penting dalam konteks produktifitas.

Pada tahun 1989, seberkas white paper berjudul “Perspectives on Education: Capabilites for Success in Accounting Profession” mengungkapkan bahwa semua dari 8 besar kantor akuntan publik (Big-8 Firms) menyepakati bahwa akademi dan universitas manapun semestinya menyediakan suatu kurikulum, yang bisa mengembangkan kemampuan komunikasi para siswa.

Pada tahun 1990, Accounting Education Change Commission, menggaungkan sentimen yang sama sekali lagi dalam “Objectives of Education for Accountants: Position Statement Number One.” Para siswa, calon akuntan dan para profesional yang menunjukkan kemampuan komunikasi yang kuat, secara tegas menunjukkan keunggulan dalam pasar tenaga kerja dan berkecenderungan lebih berhasil di sepanjang karirnya. Keahlian komunikasi dalam bentuk tertulis yang kuat akan bermuara pada job placement yang lebih baik, diperolehnya kepercayaan untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar, kepuasan kerja yang lebih besar, hasil yang lebih tinggi dalam job performance evaluations dan kemajuan karir yang lebih pesat. Kemampuan menulis yang tidak jelas, ambiguous dan tak terorganisir dengan baik akan menghasilkan kerugian berupa turunnya tingkat kepercayaan supervisor atau client’s goodwill.

US Labor Departement (Depnakernya Amrik) memberikan catatan bahwa sebagian besar bidang profesi dan pekerjaan di masa yang akan datang, akan menuntut kemampuan menulis sebagai salah satu syarat utama. Dunia kerja terus berubah dan yang akan survive adalah orang-orang yang memiliki kemampuan dalam komunikasi, tanpa memandang bidang pekerjaannya (1991).

Pada tahun 1992, Associated Press melaporkan hasil sebuah survey yang dilakukan terhadap 402 perusahaan. Survey itu mengungkapkan bahwa para eksekutif memberi penghargaan tertinggi pada kemampuan menulis namun dalam kenyataannya, 80% pegawai mereka berada pada tingkat memprihatinkan sehingga harus di upgrade kemampuan menulisnya. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 20% dibandingkan hasil survey yang sama tahun 1991.

Tahun 1993, Olsen Corp. – sebuah perusahaan penempatan tenaga kerja – melakukan sebuah survey yang menunjukkan bahwa 80% dari 443 pegawainya memerlukan pelatihan khusus untuk meningkatkan kemampuan menulisnya.

Berbagai studi menunjukkan bahwa sepertiga dari kantor akuntan publik di Amerika ternyata tidak puas terhadap kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh para akuntan baru. Salah satu dari studi itu menunjukkan bahwa kemampuan menulis yang buruk ternyata memiliki peran sebagai penyebab para akuntan entry-level kehilangan pekerjaannya (Kim, “Accountants as Communicators,” Trusted Professional, edisi Desember 1998).

Dari 19 karakteristik yang dipersyaratkan recruiter kantor akuntan publik, teridentifikasi bahwa kemampuan menulis menempati urutan kelima paling penting sebagai karakteristik penentu dalam penyaringan awal calon akuntan baik di kampus-kampus maupun dalam proses interview. Kemampuan menulis memiliki ranking yang lebih tinggi dari pada kemampuan teknis, keanggotaan dalam Beta Alpha Psi, pengalaman kerja dan reputasi almamater (Moncada dan Sanders, “Perceptions in the Recruiting Process,” CPA Journal, edisi Januari 1999).

Dari 22 macam keahlian yang dianggap kritis dalam bisnis dan ekonomi, praktisi akuntansi me-ranking kemampuan komunikasi tertulis sebagai keahlian yang paling penting untuk dikembangkan di lingkungan mahasiswa (Albrecht dan Sack, “Accounting Education: Charting the Course through a Perilous Future” Agustus, 2000).

Menurut sebuah survey dari majalah Fortune 500, para senior tax executives menemukan bahwa kemampuan menulis adalah termasuk atribut yang paling penting dalam proses perekrutan (Paice dan Lyons, “Addressing the People Puzzle,” Financial Executive, edisi September 2001).

Kemampuan menulis yang sempurna secara jelas membedakan high performers dalam bidang konsultasi perpajakan dari orang-orang yang semata-mata menginterpretasikan dan menerapkan aturan perpajakan (Sherrie Winokur, Tax Partner, Pricewaterhouse Coopers.)

Sebuah survey dilakukan oleh suatu tim dari Southern Utah University terhadap 90.000 anggota AICPA (American Intitute of Certified Public Accountants) dan IMA (Institute of Management Accountants). Dari 2.181 respon yang masuk seluruhnya menunjukkan bahwa “writes well” – kemampuan menulis yang baik - adalah satu dari tujuh keahlian yang sangat penting yang harus dimiliki oleh setiap akuntan khususnya di tingkat entry level. Enam atribut lainnya, ternyata juga kembali pada faktor pentingnya kemampuan menulis yaitu kemampuan mendengar secara efektif, kemampuan menggunakan tata bahasa yang baik dalam berbicara dan menulis, kemampuan membuat dokumen dengan ejaan yang tepat, kemampuan mengajukan pertanyaan yang tepat saat berhadapan dengan klien, kemampuan untuk mengorganisir informasi ke dalam kalimat dan paragraf, dan kemampuan untuk menggunakan vocabulary bisnis dengan benar.

National Commission on Writing di Amerika Serikat (beranggotakan lebih dari 4.300 sekolah dan perguruan tinggi) mengungkapkan beberapa hal berkaitan dengan perlunya “revolusi dalam menulis” sebagaimana disarikan berikut ini.

Grammar atau tata bahasa, retorika dan logika adalah dasar-dasar yang membangun proses real learning dan self-knowledge. Artinya, semua itu adalah dasar bagi pengembangan proses belajar yang nyata dan bagi pengembangan karir pribadi seseorang. Kemampuan untuk mengatakan sesuatu secara benar, baik dan masuk akal adalah nilai dasar bagi dunia pendidikan. Oleh karena itu, menulis dengan baik adalah sebuah kemampuan yang tidak boleh ditinggalkan atas dasar tiga pilar utama sebagai berikut.

Pertama, aktivitas menulislah yang telah merubah dunia. Berbagai revolusi di dunia dimulai dari menulis. Dalam banyak hal, menulis telah meningkatkan taraf hidup manusia secara keseluruhan, apapun bidang yang dirambahnya. Dalam faktanya, segala hal yang menekan dan terjadi dalam sejarah selalu mendorong orang untuk kembali ke tinta dan alat tulis.

Kedua, aktivitas menulis secara nyata telah terbukti memperkaya kehidupan politik setiap negara. Para pemimpin besar telah memadukan unsur kekuatan dan persuasi yang bisa mendorong orang melihat berbagai hal dari sudut-sudut baru yang lebih baik. Mereka telah menggunakan kekuatan kata, bahasa dan tulisan untuk mengingatkan kembali perlunya berbagai standar yang lebih tinggi guna mencapai kesejahteraan yang lebih baik.

Ketiga, menulis ternyata juga bisa mengungkap secara sangat mendalam berbagai hal yang seringkali orang tidak melihatnya. Padahal, semua hal yang tadinya tak terlihat itu adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan setiap orang.

Menulis adalah sesuatu yang lebih jauh dan dalam dari sekedar menguasai tata bahasa dan tanda baca. Menulis adalah sebuah proses yang dapat mengembangkan kemampuan dalam berpikir dinamis, kemampuan analitis dan kemampuan membedakan berbagai hal secara akurat dan valid. Menulis bukan hanya sebuah cara untuk mendemonstrasikan apa yang telah diketahui, lebih dari itu menulis adalah cara untuk memahami apa yang telah diketahui. Menulis akan meningkatkan rasa percaya diri, dan rasa percaya dirilah yang akan memunculkan berbagai kreatifitas dan rasa bahagia.

Manfaat pribadi yang bisa diperoleh dengan menulis adalah:

- Koneksi dan jaringan untuk kepentingan karir;
- Pengetahuan yang lebih mendalam;
- Motivasi personal dan sosial yang meningkat;
- Financial reward;
- Kredit akademis;
- Hubungan dengan dunia ilmu yang tak terputus. Ingatlah bahwa ilmu selalu berubah dan berkembang, demikian juga berbagai aturan main dalam dunia usaha, baik aturan formal seperti hukum perpajakan maupun aturan main dalam bisnis;
- Kemampuan yang lebih baik dalam bekerja secara tim (team work);
- Kemampuan yang lebih baik dalam aspek komunikasi yang lain seperti membaca, mendengar dan berbicara;
- Peningkatan dalam kemampuan presentasi;
- Peningkatan percaya diri dan personal branding. Anda menaikkan status dan posisi personal branding dan corporate branding Anda dengan cara yang elegan dan tanpa biaya. Ingatlah bahwa di era sekarang, personal branding adalah hal yang penting.
- Profesional plus. Nilai plus-lah yang bisa memperpanjang karir Anda dan membantu mencapai berbagai harapan dan cita-cita;
- Anda telah membuka pintu-pintu baru bagi masa depan Anda dengan lebih baik, apapun konsepsi Anda tentang masa depan itu. Anda mulai membangun rumah-rumah baru bagi masa depan Anda sendiri;
- Anda siap dengan berbagai argumentasi dan analisis akurat di semua bidang;
- Anda menjalani profesi Anda dengan lebih baik dan dengan masa depan yang lebih baik. Itu pasti;
- Anda sudah mulai membenahi apa-apa yang sudah Anda pelajari sejak kecil dengan bersusah payah dan sempat tersia-sia. Dengan demikian, Anda akan memiliki kemampuan yang seimbang dalam mengembangkan diri dan profesi. Anda akan mampu, survive dan sukses dengan personal branding yang kuat;
- Ini adalah KESEMPATAN bagi Anda untuk BERINVESTASI.

Saya Tidak Punya Waktu

Ungkapan itu sebenarnya berbahaya. Anda mengatakan tidak punya waktu karena mengejar dan menyelesaikan berbagai hal dalam pekerjaan, karir dan cita-cita. Bagaimana mungkin Anda tidak punya waktu untuk sesuatu yang dapat membantu terwujudnya semua itu? Bukan tidak mungkin, waktu Anda yang tersita habis selama ini justru disebabkan karena kekurangoptimalan Anda dalam membaca, mendengar, berbicara dan menulis. Dan menulis, ibarat “sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui’. Dengan menulis, Anda memperbaiki dan meningkatkan kualitas Anda dalam membaca, mendengar dan berbicara.

Di samping itu, ada banyak cara yang bisa membantu Anda dengan berbagai hal yang dapat menghemat waktu berharga Anda seperti, teknik wawancara, teknik ghost writing, teknik asistensi dan riset, dan berbagai teknik lain sesuai kesepakatan.

Saya Tidak Berbakat Menulis

Sekali lagi, ungkapan Anda berbahaya. Anda tidak semestinya membangun tembok-tembok bagi pengembangan pribadi Anda sendiri dengan tidak membuka pintu dan peluang baru yang mencerahkan masa depan Anda.

Dalam banyak kasus, berbagai media yang ada seringkali dibangun dan dikembangkan oleh orang-orang teknis yang SAMA SEKALI tidak berlatar belakang dunia tulis-menulis. Para kontributor mereka pun demikian. Itu sebabnya media-media itu tidak melulu berpaling pada orang-orang dari dunia jurnalistik. ANDALAH orang yang paling tepat untuk menulis. Anda adalah jurnalis.

Tidak ada yang bisa menjanjikan bahwa tulisan Anda akan fenomenal. Tapi siapapun bisa menjamin bahwa tulisan Anda bisa diperbaiki menjadi sesuatu yang lebih menguntungkan Anda.

Saya Tidak Boleh Menggunakan Nama Perusahaan dalam Menulis

Anda boleh memilih untuk anonymous. Anda bisa menggunakan nama “Si Keren Ujang” misalnya, dan jika tulisan Anda sudah mulai diminati, maka cepat atau lambat “Si Keren Ujang” akan identik dengan nama Anda sendiri. Ingatlah bahwa menulis adalah investasi dan kesempatan itu sering diberikan dengan free.

Bidang Saya Tidak Terkait dengan Apa yang harus Ditulis

Hampir semua bidang menjadi aspek mendasar dalam kehidupan setiap masyarakat dan bangsa. Profesi Anda juga pasti bisa dikaitkan ke sana. Oleh karena itu dunia tertentu bisa ditinjau dari segala aspek dan profesi yang ada. Anda bisa memandangnya dari segi hukum, seni, ekonomi, manajemen, sumber daya manusia, sosiologi, psikologi, pertanian, peternakan, perikanan dan sebagainya.

Anda ungkapkan saja ide-ide yang Anda punya sesuai bidang Anda, mereka akan membuatnya menjadi wacana. Anda bahkan cukup berbicara tentang dunia Anda, merekalah yang akan membumbuinya dengan aspek bidang mereka.

Saya Pernah Menulis dan Ditolak

Pada prinsipnya, apa yang dilakukan adalah bukan penolakan. Media sangat memahami bahwa setiap pemikiran dan ide semestinya bisa diungkapkan dan dirilis kepada publik. Hanya saja seringkali mereka dengan terpaksa harus mendahulukan tulisan yang siap rilis. Anda hanya ditantang untuk bersaing, tulisan Anda atau tulisan orang lain. Itu saja. Ada media yang mungkin siap mengolah kembali tulisan Anda dari keadaan seadanya dan menjadikannya alat investasi bagi Anda. Sebab, mereka memahami bahwa dunia di luar sana amat membutuhkan buah pikir Anda.

Kompensasinya Masih rendah

Tergantung cara pandang dan orientasi Anda.

Tidak Bisa Menuangkan Ide

Hampir semua media mengembangkan berbagai cara untuk bisa menjadi wadah bagi aliran ide dan pemikiran Anda. Pada prinsipnya, mereka akan mencoba berbagai hal untuk bisa menangkap ide Anda. Bila perlu, mereka menerapkan metode wawancara atau ghost writing. Yang penting, Anda punya sesuatu yang juga penting.

Saya Nggak PD

Menulis adalah salah satu cara terbaik untuk menaikkan PD Anda secara elegan dan profesional. Justru karena itulah Anda harus menulis.

Saya Sudah Menulis di Tempat Lain

Yakinlah tidak ada satu media pun yang melarang seorang penulis untuk menulis di media lain. Setidaknya hal itu bisa ditengahi dengan berbagai kesepakatan. Mereka tidak ingin melakukan hal itu. Anda bebas menulis di media lain. Mereka hanya beranggapan bahwa mereka adalah salah satu media dari semua media yang ada, dan mereka amat memahami fokus dan keunikannya masing-masing sebagai sebuah media. Yang jelas, dengan menulis Anda sudah menambah nilai plus bagi personal branding Anda.

Saya Adalah Penulis Buku dan Bukan Penulis Artikel Pendek

Dalam banyak hal, Anda mungkin punya ide atau gagasan yang tidak cukup panjang dan dalam untuk dijadikan sebuah buku. Atau sebaliknya, sebuah buku Anda bisa Anda sarikan dalam bentuk yang lebih pendek berupa artikel. Ini berarti promosi bagi buku Anda sendiri. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk menulis artikel cenderung lebih singkat. Sementara itu, kontak Anda dengan pembaca cenderung bisa lebih ditingkatkan frekuensinya. Ini akan sangat menguntungkan bagi buku-buku Anda di masa depan. Dan jika Anda cukup sering menulis, koleksi artikel Anda itu bisa Anda jadikan buku di kemudian hari.

Saya Tidak Menguasai Aturan Main di Bidang Itu

Mungkin Anda benar. Akan tetapi, dengan sedikit menggali Anda pasti bisa meyakini bahwa Anda adalah satu dari sedikit orang yang memahami aturan mainnya – apapun bidang itu. Artinya, pemikiran Anda tetap dibutuhkan oleh banyak orang yang jauh lebih awam daripada Anda sendiri.

Media Itu Tidak Blak-Blakan

Ini adalah kendala yang dihadapi setiap media selama hidupnya. Visi dan misi setiap media mengharuskan mereka berdiri pada posisi yang netral dengan asumsi bahwa posisi ini akan memberi manfaat yang lebih besar bagi semua sistem dan budaya serta bagi semua khalayak yang terlibat di dalamnya. Pada prinsipnya, setiap media harus mengungkapkan apa adanya, namun demikian hal itu harus dilakukan dengan bijaksana tanpa dikotori oleh unsur SARA misalnya. Adalah tanggung jawab mereka untuk mengungkapkan sesuatu yang blak-blakan dalam cara yang lebih konstruktif, Anda tetap bisa berbicara blak-blakan. Namun Anda harus memahami, bicara blak-blakan yang tidak disertai dengan kebijaksanaan akan lebih destruktif sifatnya. Oleh karena itu, banyak media lebih memilih pendekatan yang bijaksana, sistemik dan ilmiah. Ini saatnya rekonsiliasi dan bukan saling menyakiti.

Saya Lebih Suka Menulis Fiksi

Ada yang sudah menyediakan tempatnya, dan mereka akan mencoba mentransformasikan ide dan gagasan Anda ke dalam “format mereka”.

Tidak Ada Komputer untuk Menulis

Anda tidak bisa beralasan seperti itu. Banyak media juga menerima kontribusi dalam bentuk tulisan tangan. Bahkan, ada juga yang menerima ide dan gagasan dalam bentuk suara atau gambar.

Sudah Terlambat bagi Saya untuk Menulis

Tidak. Inilah saatnya di mana Anda bisa menuangkan segala ide dan gagasan Anda demi masa depan diri sendiri dan demi masa depan bangsa ini. Jika Anda sebagai ahlinya tidak mau berbicara, maka segala cita-cita termasuk cita-cita pribadi Anda, akan terkendala.

Posted by kami aksi lewat buka usaha | di 14.58 | 0 komentar

Tips Memulai Wirausaha (Aa Gym)

1. Niat harus lurus dan benar, karena bisnis akan sangat menguras waktu, tenaga, dan pikiran begitu besar, sehingga jikalau tidak dilandasi niat yang benar akan sangat tersia-sia, dan terlebih lagi akan mudah rontok di tengah jalan. Tapi jikalau niatnya benar, disamping akan bernilai pahala ibadah, bisnis yang kita lakukan juga akan menjadi bagian dari jihad kita di jalan Allah Azza wa Jalla.
2. Niat taqarrub kepada Allah. Ingatlah, pendangan yang jujur masuk surga tanpa hisab. Nabi SAW bersabda, Sebelum zaman ini, ada orang yang didatangi malaikat untuk mencabut nyawanya. Kepadanya ditanyakan apakah ia sudah melakukan sesuatu yang baik. Ia menjawab bahwa ia tidak tahu, maka ia pun disuruh mengingat-ngingat. Kemudian ia berkata, "Satu-satunya yang ingin ia ketahui adalah ia pernah melakukan transaksi perdagangan dan menuntut haknya dari mereka, dengan memberikan waktu bagi yang mampu membayar dan membebaskan beban tersebut bagi orang miskin". Maka Allah SWT membawanya ke surga’ (H.R Bukhari dan Muslim)
3. Niat mengikuti sunnah para Nabi dan Rasul. Tentang keutamaan wirausaha ini disebutkan dalam sebuah hadits, "Saudagar yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukkan kepada golongan para nabi, orang orang yang jujur dan para syuhada" (H.R. Tirmidzi)
4. Niat Jihad fii sabilillah, menjadi khalifah yang dapat mensejahterakan diri maupun ummat lahir dan bathinnya, juga sebagai sarana dakwah membuat keagungan dan keindahan Islam, mengangkat ummat dari kehinaan, kefakiran, memperkokoh benteng ketahanan ummat dengan perekonomian yang tangguh. Kita maklumi pertempuran yang paling menentukan di masa modern ini adalah kekuatan ekonomi dan informassi.
5. Bulatka tekad dengan banyak membaca keutamaan bisnis dalam pandangan Allah, sejarah para nabi dan ulama yang paling mulai yang berprofesi sebagai wirausahawan. Bacalah bagaiamana bisnis Rasulullah SAW yang telah beliau rintis sedari berusia muda. Prhatikan bagaimana cara Rasul berbisnis, jadikan teladan bagi seluruh aktivitas bisnis yang kita lakukan.
6. Cari juga referensi pengusaha muslim yang tangguh, jujur, cakap, dan kreatif, sehingga ia bisa dijadikan contoh wirausahan yang benar-benar diridhai Allah. Sosoknya dapat diambil dari tokoh dalam negeri sendiri, maupun luar negeri. Pelajari pula bagaimana dia bisa sukses dalam bisnisnya dengan tetap memegang teguh panji – panji Islam.
7. Tidak ada salahnya juga mencarai rujukkan pengusaha sukses lainnya dari yang non muslim. Pengusaha yang mulai dari dasar atau dari nol. Hal ini dilakukan sebagai bahan pembading untuk mengetahui kiat sukses dalam membangun bisnisnya, sambil kita cari rujukkan benar salahnya dengan syariat Islam. Selalu semuanya di kembalikan kepada Al-Qur’an dan sunnah.
8. Ikuti pelatihan dan kursus yang benar-benar bisa mengarahkan dengan efektif untuk memahami kewirausahaan, terutama yang pengajarnya memiliki pengalaman yang teruji kemampuan dan kehandalannya, dikarenakan tidak cukup ilmu yang hanya bersifat teoritis, teladan yang nyata akan lebih berkesan di memori kita.
9. Bersungguh-sungguhlah untuk mempraktekannya secara pribadi dalam mengarungi aneka aktivitas usaha kita di mana pun. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan magang, praktek lapangan, karena akan sangat cepat menyedot informasi aktual tentang bisnis.
10. Bersamaan dengan itu banyaklah membaca tentang bisnis yang islami maupun buku bisnis yang lainnya, dan jangan segan untuk banyak bertanya kepada yang sudah berpengalaman, serta carilah lingkungan pergaulan yang mendukung kemampuan wirausaha.

Posted by kami aksi lewat buka usaha | di 14.56 | 0 komentar

Mentalitas Wirausahawan



Oleh Lilly H. Setiono

Selama tahun 2002 ini, kondisi negara kita di berbagai bidang tidak menunjukkan perubahan berarti. Kebijakan pemerintah masih simpang siur, hukum semakin tidak jelas, dan kondisi sosial kian tidak menentu. Di bidang ekonomi, tidak ada perubahan kearah yang lebih baik. PHK tetap berlangsung karena banyak wirausahawan tidak lagi berminat memulai atau mengembangkan usahanya dan para investor asing sudah banyak yang memutuskan untuk memindahkan usahanya ke negara lain yang lebih menjanjikan.
Di sisi lain, jumlah populasi dengan usia produktif tidak bisa begitu saja menganggur. Hidup tetap harus berjalan dan penghasilan tetap mesti dicari untuk menutupi biaya hidup yang kian mahal. Berbagai ide bisnis bermunculan dan di diskusikan dalam berbagai pertemuan baik formal maupun informal. Sebagian ide tersebut memang hanya merupakan “mimpi yang indah” tetapi sebagian lagi ditanggapi dengan antusiasme yang tinggi. Dari hal ini terlihat bahwa masyarakat kita justru merasa terpacu ketika dihadapkan pada suatu krisis yang berkepanjangan. Hal ini senada dengan pendapat yang dikemukakan Ralph Stacey (1997) dalam tulisannya berjudul "Excitement and Tension at the Edge of Chaos" yang mengatakan bahwa kreativitas cenderung meningkat pada saat situasi semakin parah, atau sering disebut dengan istilah populernya "kreatif karena kepepet". Jika asumsi Stacey ini benar, sangat mungkin “mimpi-mimpi indah” itu sudah ada di benak banyak sekali penduduk Indonesia yang secara kreatif dan positif menginginkan perubahan.
Masalahnya sekarang, bagaimanakah mewujudkan jutaan mimpi indah itu menjadi kenyataan? Apa saja faktor-faktor psikologis yang harus dimiliki sang wirausaha sehingga dapat mewujudkan mimpi indahnya tersebut? Artikel ini ditulis dengan harapan dapat inspirasi bagi para pemilik mimpi indah supaya mereka bisa mempersiapkan diri dalam usaha mereka membuat mimpi itu menjadi kenyataan.
Beberapa Alternatif
Bagi orang-orang yang memiliki "mimpi-mimpi indah", ada beberapa alternatif yang dapat dipilih untuk mewujudkan mimpi tersebut. Beberapa alternatif tersebut diantaranya:
1. Menjadi wirausahawan mandiri
Untuk menjadi seorang wirausahawan mandiri, berbagai jenis modal mesti dimiliki. Ada 3 jenis modal utama yang menjadi syarat: (1) sumber daya internal yang merupakan bagian dari pribadi calon wirausahawan misalnya kepintaran, ketrampilan, kemampuan menganalisa dan menghitung risiko, keberanian atau visi jauh ke depan. (2) sumber daya eksternal, misalnya uang yang cukup untuk membiayai modal usaha dan modal kerja, social network dan jalur demand/supply, dan lain sebagainya. (3) faktor X, misalnya kesempatan dan keberuntungan. Seorang calon usahawan harus menghitung dengan seksama apakah ke-3 sumber daya ini ia miliki sebagai modal. Jika faktor-faktor itu dimilikinya, maka ia akan merasa optimis dan keputusan untuk membuat mimpi itu menjadi tunas-tunas kenyataan sebagai wirausahawan mandiri boleh mulai dipertimbangkan.
2. Mencari mitra dengan “mimpi” serupa.
Jika 1 atau 2 jenis sumber daya tidak dimiliki, seorang calon wirausahawan bisa mencari partner/rekanan untuk membuat mimpi-mimpi itu jadi kenyataan. Rekanan yang ideal adalah rekanan yang memiliki sumber daya yang tidak dimilikinya sendiri sehingga ada keseimbangan “modal/sumber daya” di antara mereka. Umumnya kerabat dan teman dekatlah yang dijadikan prospective partner yang utama sebelum mempertimbangkan pihak lainnya, seperti beberapa jenis institusi finansial diantaranya bank.
Pilihan jenis mitra memiliki resiko tersendiri. Resiko terbesar yang harus dihadapi ketika berpartner dengan teman dekat adalah dipertaruhkannya persahabatan demi bisnis. Tidak sedikit keputusan bisnis mesti dibuat dengan profesionalisme tinggi dan menyebabkan persahabatan menjadi retak atau bahkan rusak. Jenis mitra bisnis lainnya adalah anggota keluarga; risiko yang dihadapi tidak banyak berbeda dengan teman dekat. Namun, bukan berarti bermitra dengan mereka tidak dapat dilakukan. Satu hal yang penting adalah memperhitungkan dan membicarakan semua risiko secara terbuka sebelum kerjasama bisnis dimulai sehingga jika konflik tidak dapat dihindarkan, maka sudah terbayang bagaimana cara menyelesaikannya sejak dini sebelum merusak bisnis itu sendiri.
Mitra bisnis lain yang lebih netral adalah bank atau institusi keuangan lainnya terutama jika modal menjadi masalah utama. Pinjaman pada bank dinilai lebih aman karena bank bisa membantu kita melihat secara makro apakah bisnis kita itu akan mengalami hambatan. Bank yang baik wajib melakukan inspeksi dan memeriksa studi kelayakan (feasibility study) yang kita ajukan. Penolakan dari bank dengan alasan “tidak feasible” bisa merupakan feedback yang baik, apalagi jika kita bisa mendiskusikan dengan bagian kredit bank mengenai elemen apa saja yang dinilai “tidak feasible”. Bank juga bisa membantu kita untuk memantau kegiatan usaha setiap tahun dan jika memang ada kesulitan di dalam perusahaan, bank akan mempertimbangkan untuk tidak meneruskan pinjamannya. Ini merupakan “warning” dan kontrol yang bisa menyadarkan kita untuk segera berbenah. Wirausahawan yang “memaksakan” bank untuk memberi pinjaman tanpa studi kelayakan yang obyektif dan benar akhirnya sering mengalami masalah yang lebih parah. Agunan (jaminan) disita, perusahaan tidak jalan, dan hilanglah harapan untuk membuat mimpi indah menjadi kenyataan. Kejadian seperti ini sudah sangat sering terjadi, dalam skala kecil maupun skala nasional. Pinjaman seringkali melanggar perhitungan normal yang semestinya diterapkan oleh bank sehingga ketika situasi ekonomi tidak mendukung, sendi perekonomian mikro dan makro pun turut terbawa jatuh.
3. Menjual mimpi itu kepada wirausawahan lain (pemilik modal)
Jika teman atau kerabat yang bisa diajak bekerjasama tidak tersedia (entah karena kita lebih menghargai hubungan kekerabatan atau persahabatan atau karena memang mereka tidak dalam posisi untuk membantu) dan tidak ada agunan yang bisa dijadikan jaminan untuk memulai usaha anda, ada cara lain yang lebih drastis, yaitu menjual ide atau mimpi indah itu kepada pemilik modal. Kesepakatan mengenai bagaimana bentuk kerjasama bisa di lakukan antara si pemilik modal dan penjual ide. Bisa saja pemilik modal yang memodali dan penjual ide yang menjalankan usaha itu, bisa juga penjual ide hanya menjual idenya dan tidak lagi terlibat dalam usaha itu. Jalan ini biasanya diambil sesudah cara lainnya tidak lagi memungkinkan sedangkan ide yang kita miliki memang sangat layak diperhitungkan.
Ketiga cara di atas selayaknya dipikirkan sebelum seseorang mengambil keputusan untuk menjadi wirausahawan. Tanpa pemikiran mendalam, pengalaman pahit akan menjadi makanan kita. Banyak usaha yang akhirnya gulung tikar sebelum berkembang. Contohnya, pada tahun 1998, penduduk Jakarta tentu masih ingat akan trend “kafe tenda” sebagai reaksi atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang saat itu banyak terjadi. Tiba-tiba saja banyak mantan karyawan perusahaan beralih profesi menjadi wirausahawan. Bahkan usaha tersebut ramai-ramai diikuti oleh pula oleh para selebritis. Trend ini tidak mampu bertahan lama. Banyak “usaha dadakan” ini terpaksa gulung tikar. Entah kemana para wirausahawan baru kita ini akhirnya menggantungkan nasibnya sekarang.
Mentalitas Wirausahawan: Mitos atau Realita?
Untuk mewujudkan mimpi menjadi seorang wirausahawan yang sukses memang diperlukan berbagai faktor pendukung. Selain modal (sumber daya seperti tersebut di atas), masih ada faktor lain yang merupakan syarat untuk keberhasilan seorang wirausahawan. Banyak yang mengatakan “mental” atau “bakat”; dalam bahasa umum “bakat dagang”, merupakan salah satu diantara faktor tersebut. Meskipun belum banyak penelitian ilmiah mengenai mental atau kepribadian wirausahawan, namun ada beberapa fakta maupun asumsi yang bisa menerangkan bahwa memang ada perbedaan karakter antara wirausahawan dengan non-wirausahawan. Bisa saja perbedaan itu tumbuh karena kebiasaan atau pengaruh lingkungan sehingga menjadi karakter yang menetap dalam kepribadian seseorang
Bagi pengikut aliran non-deterministic, bakat dagang mungkin lebih bisa diterima sebagai sebuah mitos, sebab sulit untuk mengatakan bahwa seorang bayi memiliki “in-born entrepreneurship trait”. Lebih logis bila mengasumsikan bahwa “bakat dagang” yang dimitoskan mungkin merupakan kumpulan dari kebiasaan-kebiasaan tertentu yang dimiliki oleh wirausahawan lewat proses pembelajaran sejak dini. Kebiasaan ini disosialisasikan dan dikondisikan secara konstan kepada individu atau kelompok tertentu sehingga menjadi ciri karakter yang kuat dan mengakar di dalam mereka. Sebagian dari kebiasaan itu adalah:
• menghitung untung rugi setiap tindakan/keputusan yang diambil
• melihat peluang dan menganalisis kebutuhan pasar
• mengelola sumber daya (planning, organizing, directing, controlling)
• bekerja keras secara konstan dan mencari solusi bagi masalahnya
• kebiasaan “jatuh-bangun” sehingga tidak lagi takut membuat keputusan
Selain faktor kebiasaan di atas, masih banyak faktor lain yang turut menentukan apakah seseorang bisa menjadi seorang wirausahawan yang sukses. Beberapa di antaranya adalah:
1. Kreatif & Inovatif
Seorang wirausahawan umumnya memiliki daya kreasi dan inovasi yang lebih dari non-wirausahawan. Hal-hal yang belum terpikirkan oleh orang lain sudah terpikirkan olehnya dan dia mampu membuat hasil inovasinya itu menjadi “demand”. Contohnya: Menjelang tahun 2000, ada sekelompok orang yang menjadi “kaya raya” karena mereka berhasil menjual ide “the millenium bug”. Puluhan juta dollar bergulir di industri komputer dan teknologi hanya karena ide ini. Software baru, jasa konsultasi teknologi komputer bahkan Hollywood pun berhasil membuat ide ini menjadi industri hiburan yang menghasilkan puluhan juta dollar. Film “The Entrapment” adalah salah satu hasilnya. Contoh lainnya yang sederhana adalah pengemasan air minum steril kedalam botol sehingga air bisa diminum langsung tanpa dimasak. Banyak sekali contoh lain yang menunjukkan bahwa kreatifitas dan inovasi adalah salah satu faktor yang bisa membawa seseorang menjadi wirausahawan sukses. Perlu diingat bahwa kreatifitas dan inovasi bukan merupakan satu-satunya faktor penentu karena artispun harus memiliki kedua faktor ini sebagai penentu kesuksesannya.
2. Confident, Tegar dan Ulet
Wirausahawan yang berhasil umumnya memiliki rasa percaya diri yang tinggi, tegar dan sangat ulet. Ia tidak mudah putus asa, bahkan mungkin tidak pernah putus asa. Masalah akan dihadapinya dan bukan dihindari. Jika ia membuat salah perhitungan, saat ia sadar akan kesalahannya, ia secara otomatis juga memikirkan cara untuk membayar kesalahan itu atau membuatnya menjadi keuntungan. Ia tidak akan berhenti memikirkan jalan keluar walaupun bagi orang lain, jalan keluar sudah buntu. Kegagalan akan dibuatnya menjadi pelajaran dan pengalaman yang mahal. Semangatnya tidak pernah luntur; ada saja yang membuatnya bisa berpikir positif demi keuntungan yang dikejarnya. Kualitas kepribadian seperti ini tidak mungkin tumbuh secara mendadak. Keuletan, ketegaran dan rasa percaya diri tumbuh sejak dini (usia balita) dan sudah menjadi karakter atau dasar kepribadiannya. Sulit (bukan tidak mungkin) bagi seorang dewasa membentuk kualitas-kualitas ini jika tidak dimulai sejak masa balita.
3. Pekerja Keras
Waktu kerja bagi seorang wirausahawan tidak ditentukan oleh jam kerja. Saat ia sadar dari bangun tidurnya, pikirannya sudah bekerja membuat rencana, menyusun strategi atau memecahkan masalah. Kadang dalam tidurnyapun ia tetap berpikir. Membiarkan waktu berlalu tanpa ada yang dipikirkan atau dikerjakan kadang membuatnya merasa “tidak produktif” atau merasa kehilangan kesempatan.
4. Pola Pikir Multi-tasking
Seorang wirausahawan sejati mampu melihat sesuatu dalam perspektif/dimensi yang berlainan pada satu waktu (multi-dimensional information processing capacity). Bahkan ia juga mampu melakukan “multi-tasking” (melakukan beberapa hal sekaligus). Kemampuan inilah yang membuatnya piawai dalam menangani berbagai persoalan yang dihadapi oleh perusahaan. Semakin tinggi kemampuan seorang wirausahawan dalam multi-tasking, semakin besar pula kemungkinan untuk mengolah peluang menjadi sumber daya produktif.
5. Mampu Menahan Nafsu untuk Cepat Menjadi Kaya
Wirausahawan yang bijak biasanya hemat dan sangat berhati-hati dalam menggunakan uangnya terutama jika ia dalam tahap awal usahanya. Setiap pengeluaran untuk keperluan pribadi dipikirkannya secara serius sebab ia sadar bahwa sewaktu-waktu uang yang ada akan diperlukan untuk modal usaha atau modal kerja. Keuntungan tidak selalu menetap, kadang ia harus merugi dan perusahaan harus tetap dipertahankan. Oleh sebab itu, jika ia memiliki keuntungan 10, hanya sepersekian yang digunakan untuk keperluan pribadinya. Sebagian besar disimpannya untuk digunakan bagi kemajuan usahanya atau untuk tabungan jika ia terpaksa mengalami kerugian.
Wirausahawan yang bijak juga mengerti bahwa membangun sebuah perusahaan yang kokoh dan mapan memerlukan waktu bertahun-tahun bahkan tidak jarang belasan atau puluhan tahun. Seorang wirausahawan yang memulai usahanya dari skala yang kecil hingga menjadi besar akan mampu menahan nafsu konsumtifnya. Baginya, pengeluaran yang tidak menghasilkan akan dianggap sebagai sebuah kemewahan. Jika tabungannya tidak cukup untuk membeli kemewahan itu, dia akan menahan diri sampai tabungannya jauh berlebih. Ia juga menghargai keuntungan yang sedikit demi sedikit dikumpulkannya. Keuntungan itu diinvestasikannya ke dalam usaha lainnya sehingga lama-kelamaan hartanya bertambah banyak. Dalam hal ini memang ada benarnya pepatah yang mengatakan: “hemat pangkal kaya”.
Sebaliknya, wirausahawan yang tidak bijak seringkali tidak dapat menahan nafsu konsumtif. Keuntungan dihabiskan untuk berbagai jenis kemewahan dan hal yang tidak produktif sehingga tidak ada lagi tabungan untuk perluasan perusahaan atau untuk bertahan pada masa sulit. Perusahaanpun tidak lama bertahan.
6. Berani mengambil risiko
Seorang wirausahawan berani mengambil risiko. Semakin besar risiko yang diambilnya, semakin besar pula kesempatan untuk meraih keuntungan karena jumlah pemain semakin sedikit. Tentunya, risiko-risiko ini sudah harus diperhitungkan terlebih dahulu. (Lihat artikel: Risiko-Risiko Pengembangan Bisnis)


7. Faktor Lainnya
Masih banyak lagi faktor yang belum terungkap dalam artikel ini. Saya berharap para pembaca yang memiliki pengalaman lain mau membagikan pengalamannya agar dapat menjadi inspirasi bagi calon-calon wirausahawan baru. Negara kita memang sedang membutuhkan wirausahawan baru untuk membangun kembali ekonomi yang morat-marit ini.
Bagi mereka yang sudah memiliki ide dan mimpi indah, cobalah mulai berhitung. Siapa tahu anda sudah memiliki banyak faktor yang disebutkan di atas dan anda tinggal mengatakan pada diri anda:”Just try it”. Bagi anda yang merasa bahwa dunia wirausaha bukan dunia anda, jangan kecil hati….sebab anda masih bebas bermimpi. Selain mimpi itu gratis, segala sesuatu yang baru selalu dimulai dari mimpi indah. “Selamat bermimpi”. (jp)

Posted by kami aksi lewat buka usaha | di 14.55 | 1 komentar

Menggapai Impian Berwirausaha

Oleh H. Sony Sugema, M.B.A.
SEMANGAT wirausaha jelas bukan baru belakangan ini muncul, tetapi sudah ada sejak peradaban manusia berkembang. Di Indonesia pun begitu, namun tidak dapat dipungkiri jika semangat wirausaha semakin santer terdengungkan sejak negara tercinta ini mengalami krisis ekonomi pada 1997.
Terpaksa. Bisa jadi itulah kata kunci dari pintu gerbang menuju wirausaha. Tidak mesti begitu memang, namun tidak sedikit orang yang mengawali kegiatan wirausahanya karena keterpaksaan keadaan, termasuk penulis sendiri. Bagaimana pun awalnya, apakah karena keterpaksaan atau bukan, keberhasilan wirausaha akan tergantung pada proses yang dilewati pelakunya.
Satu langkah awal yang perlu ditempuh para calon pelaku wirausaha membayangkan mimpi yang akan dibangun. Pikirkan cita-cita dulu, begin from the end. Percayalah, mimpi mampu menggerakkan kekuatan yang ada pada otak untuk menyusun langkah-langkah guna meraih cita-cita itu. Tanpa impian, kebanyakan orang menjadi pasrah dengan keadaan, sangat puas dengan kondisi yang telah mereka raih, sesederhana apa pun kondisi itu.
Mimpi jangan dipandang sebagai kata lain dari pemalas. Justru hanya orang dengan motivasi tinggi yang akan punya banyak impian karena mimpi dapat menjadi sumber energi utama dalam mencapai sebuah tujuan. Namun, mimpi pada akhirnya jangan pula hanya menjadi "bunga tidur" belaka. Karenanya, agar bukan sekadar "bunga tidur" mimpi harus berjalan beriringan dengan ilmu dan kerja keras. Impian dan kerja keras tanpa ilmu ibarat berlayar tanpa nahkoda.
Orang bijak bilang, kita adalah apa yang kita pikirkan. Ketika kita berpikir tidak mungkin mampu berwirausaha maka sebenarnya itulah kecenderungan yang akan terjadi. Sebaliknya, setiap kali kita berpikir mampu melakukannya maka akan ada banyak energi tak terduga yang seakan selalu siap menyemangati untuk terus berusaha. Pikiran kita akan sangat memengaruhi seluruh urat nadi kehidupan kita.
Sekarang, tinggal bagaimana menata mimpi itu. Yakinkan diri bahwa meramal masa depan dapat dilakukan dengan menciptakan masa depan itu sendiri sejak saat ini. Teguhkan hati bahwa dengan seizin Sang Pencipta, tidak ada seorang pun dapat menghalangi mewujudkan mimpi-mimpi. Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum jika kamu itu tidak berusaha merubahnya sendiri.
**
Kegiatan wirausaha penting untuk dilakukan tidak hanya karena dapat mengeksplorasi potensi diri tetapi juga mulia karena sangat mungkin membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Saat krisis ekonomi belum pulih benar, saat jumlah penganggur semakin meningkat, penyedia lapangan kerja salah satu pihak penyelamat bangsa.
Melalui wirausaha, kita sebenarnya telah pula memberi pertolongan kepada diri sendiri dan sesama. Inti semangat saling menolong itulah yang mampu menjadi pertahanan kuat dalam menjalankan kegiatan wirausaha. Sebagai ruang usaha yang berpotensi menyerap tenaga kerja, wirausaha memiliki sederet efek lanjutan positif yang akan terlalu panjang jika disebutkan satu per satu di sini. Jadi, mengapa tidak berwirausaha?
Jawaban atas pertanyaan di atas pun bisa cukup berderet panjang. Apalagi, pendidikan dan budaya yang tumbuh di masyarakat kita tidak condong mendukung perilaku wirausaha. Contoh sederhananya, masih banyak orang yang lebih menghargai pekerjaan di pemerintahan atau kantor-kantor swasta hanya karena status kepegawaiannya mudah terukur.
Arahan orang tua seringkali juga mendorong agar anak cepat mencari kerja setelah menyelesaikan pendidikannya. Sebenarnya, bekerja di tempat orang lain itu dapat pula menjadi salah satu faktor pendorong munculnya semangat wirausaha. Tidak sedikit orang yang setelah memperoleh banyak pengalaman dari satu tempat kerja akhirnya memilih mundur dari tempat kerja tersebut dan memulai usahanya sendiri.
Alasannya bisa karena banyak hal, misalnya karena kurang puas dengan apa yang mereka peroleh di tempat bekerjanya atau mereka tidak bermasalah dengan tempat kerja lamanya namun terpicu untuk lebih mengembangkan dirinya. Artinya, pengetahuan wirausaha bukan hanya berasal dari pendidikan formal.
Pembelajaran otodidak dan pengalaman adalah guru terbaik. Selain itu, diperlukan banyak perenungan untuk memperoleh ide-ide inovasi sehingga pelaku wirausaha mampu menemukan poin pembeda yang bermanfaat sebagai bekal mencapai kesuksesan. Persoalannya, butuh keberanian memulai semua ini. Seorang pegawai kantoran yang berada di posisi yang nyaman tentu membutuhkan keberanian luar biasa untuk berpindah jalur menuju kepastian yang sulit ditebak.
Faktor gengsi juga masih sering dilambungkan sebagian masyarakat sehingga kegiatan wirausaha berskala kecil tidak tampak sebagai sesuatu yang dapat dibanggakan. Bekerja di kantor dengan gedung mewah, seragam kerja berdasi, memiliki status jabatan dan kepangkatan, memperoleh gaji bulanan yang teratur, dianggap lebih bergengsi daripada memiliki usaha sendiri.
**
Bagaimanapun, semua ada harganya. Sebelum siap menantang dinamika wirausaha, ukur dulu sejauhmana Anda siap menderita. Kondisi yang tidak pasti sangat mungkin menimbulkan derita, lalu siapkah Anda bersabar menanggung derita itu? Pelaku wirausaha harus siap berkorban banyak hal karena kegiatan ini mungkin saja menguras tenaga, pikiran, waktu, juga modal dana.
Tetapi pandangan yang mengatakan dibutuhkan modal dana berlimpah untuk memulai wirausaha, bagi penulis merupakan pandangan yang sesat. Tidak selamanya modal dana yang berlimpah akan mendorong suksesnya seseorang berwirausaha. Cukup banyak contoh yang secara tidak langsung telah menceritakan bahwa modal dana bukanlah yang utama.
Intinya tidak terletak pada modal dana, namun pada manusia calon pelaku wirausaha itu sendiri. Lihat dulu seberapa besar mimpi Anda, cek dulu seberapa konsisten tekad Anda, perhatikan dulu seberapa kuat daya tahan Anda menghadapi rintangan. Selebihnya, apakah itu modal, jaringan, pengetahuan manajemen, dan lain-lain, sekadar pelengkap yang bisa dibangun sambil berjalan.
Kumpulkan dulu nyali Anda, bebaskan diri dari "penjara pikiran" yang selama ini mungkin membelenggu Anda, membuat Anda tidak berani memulai wirausaha. Cobaan dan rintangan dalam berwirausaha jelas merupakan sesuatu yang biasa. Tetapi semua pukulan, asal tidak mematikan justru berpotensi semakin menguatkan diri.
Tanpa pengalaman gagal, orang mungkin tidak akan paham benar bagaimana cara menghindari kegagalan itu di masa mendatang. Sekali lagi penulis perlu ingatkan, setelah niat ada, tekad membara, pengetahuan cukup, modal dana tersedia, rencana pemasaran tergambar, masih akan ada satu langkah lagi yang benar-benar sulit ditempuh, yakni memulai.
Seberapa pun bagusnya konsep dan pengetahuan Anda, tetap saja Anda bukan pelaku wirausaha jika tidak memulainya. Jangan sekali-kali merasa bangga jika baru memiliki konsep, dan jangan pernah sedikit pun merasa malu jika gagal berwirausaha. Coba lagi, terus berusaha lagi. Kegagalan manusia yang sesungguhnya adalah tidak pernah berani memulai. Mari berwirausaha!

Posted by kami aksi lewat buka usaha | di 14.55 | 0 komentar