Solusi Marketing & Management Berwiraswasta Bagi Mantan Karyawan, Perlu Kenali Diri

KASUS:
Semenjak kami bersama beberapa anggota AMA lainnya memenuhi undangan mengisi salah satu acara pembekalan bagi karyawan yang terkena program rasionalisasi di sebuah perusahaan BUMN di kota Bandung pada bulan Maret ini. Pengasuh rubrik AMA kedatangan beberapa tamu dan menerima beberapa surat serta e-mail yang isinya kurang lebih sama, yaitu bagaimana seorang karyawan yang terkena PHK bisa berhasil menjadi wiraswastawan.
Seorang mantan karyawan level middle management di perusahaan tersebut, berinisial HM, menyampaikan pengalaman sebagai berikut:
HM yang berusia 42 tahun, berlatar-belakang pendidikan tingkat sarjana di bidang bahasa Inggris. Selama lebih dari 12 tahun yang bersangkutan bekerja di perusahaan tersebut, sempat mendapatkan beberapa pelatihan non gelar di bidang marketing, system Analyst dan production engineering. Total masa kerja HM sudah 18 tahun termasuk pekerjaan sebelumnya, bahkan pada tahun 1998 sempat menyelesaikan pendidikan MBA dengan konsentrasi marketing dari salah satu universitas di Amerika Serikat.
Dengan status mantan karyawan disertai sejumlah uang pesangon yang diterimanya dari perusahaan, kini HM berencana merintis usaha sendiri.
Di dalam situasi krisis yang tidak menentu seperti sekarang ini, HM bertanya-tanya pada dirinya apakah saatnya tepat untuk berwiraswasta saat sekarang? Kira-kira usaha apa yang bisa segera dimulai sebagai alternatif mata pencaharian?
Pembahasan
Kasus seperti HM ini banyak kita jumpai di dunia kerja saat ini, baik berasal dari BUMN maupun perusahaan swasta. Dengan masa kerjanya yang sudah belasan tahun di sebuah perusahaan berskala besar, masalah pengalaman kerja tentunya sudah bukan masalah bagi mantan karyawan seperti HM. Dengan pesangon yang diperolehnya, kondisi finansial jangka menengah untuk menjaga kelangsungan hidup keluarga juga sudah bisa diatasi asal bisa membatasi pembelanjaan yang berlebihan. Selain dari pengalaman kerjanya, dari pelatihan-pelatihan dan pendidikan program MBA dengan konsentrasi bidang marketing, HM juga cukup memiliki wawasan bisnis dan kemampuan manajerial yang memadai.
Bila melihat usianya yang sudah 42 tahun, pilihan HM saat ini untuk merintis usaha sendiri adalah sangat tepat. Mempertimbangkan situasi krisis yang dihadapi setiap orang di negara kita ini jelas perlu bahkan harus, supaya kita lebih hati-hati melangkah dalam investasi. Namun adakah di dalam dunia kita yang fana ini tahun-tahun tanpa masalah? Bukankah krisis merupakan akibat terjadinya beberapa masalah secara berbarengan dalam skala yang cukup besar, sehingga terjadi interaksi antara berbagai masalah tersebut? Tidakkah meningkatnya pendapatan petani yang menanam komoditas ekspor seperti kopi, cokelat, cengkih dan lain-lain mengindikasikan bahwa pada setiap krisis pasti juga ada peluang baru? Di dalam bahasa Tionghoa, krisis digambarkan dengan dua huruf kanji yang masing-masing berarti bahaya dan peluang, krisis dan peluang kelihatannya memang seperti dua mata tajam dari sebilah pedang. Yang kita perlukan adalah usaha keras untuk menemukan peluang-peluang tersebut dan keberanian mengambil risiko gagal untuk mencoba peluang tersebut.
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita bisa merasa yakin terhadap sebuah peluang yang ditawarkan atau kita temukan sendiri Itulah sulitnya melihat sebuah peluang. Kalau saja sebuah tawaran atau sebuah peluang bisa begitu jelas dan gamblang terlihat, pastinya namanya bukan peluang lagi, karena semua orang sudah sedang mengerjakannya dengan mengerubuti sepenuh nafsu bahkan sebelum kita mengetahui keberadaan peluang tersebut. Peluang sering kali tampak begitu samar, begitu jauh, dan akan terasa semakin jauh serta samar bila tidak didekati dengan langkah-langkah nyata dari orang yang sedang mengejar sebuah cita-cita.
Setelah kita usahakan langkah-langkah nyata untuk mengejar peluang tersebut, apakah ada jaminan pasti berhasil? Ternyata tidak juga! Jadi untuk apa kita melakukan semua itu, mengorbankan waktu, biaya, pikiran serta energi, bila tidak ada jaminan berhasil? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Ada orang yang merasakan hasrat yang timbul dari dalam dirinya untuk meraih sesuatu yang diidam-idamkannya. Orang dengan tipe kepribadian semacam ini akan segera bangkit kembali dari kegagalan.
Kita butuh sebuah "impian"
Dalam usahanya mengejar cita-cita yang membuat seseorang jatuh bangun, ada orang yang akan berdiri tegak terus dan melangkah kembali. Dia memiliki sebuah "impian" yang merupakan perwujudan dari segala kekuatan dan kelemahan yang terdapat di dalam dirinya. Bukan pula impian di siang hari bolong, namun impian yang diperoleh lewat perenungan diri yang mendalam. Yang harus ditemukan adalah sebuah keinginan yang kuat dari dalam diri. Keinginan tersebut diyakini akan membuat dirinya menyesal selama sisa hidupnya bila tidak dapat atau terlambat dicapai.
Sebagai contoh, orang tua yang melihat bakat tertentu pada anaknya, dengan kursus di luar sekolah anak tersebut akan berhasil mengembangkan bakatnya, dan bisa menjadi bekal untuk kehidupannya di kemudian hari. Keinginan yang kuat muncul dari orang tua tersebut untuk membiayai kursus yang harganya sangat tinggi sekalipun, segala usaha ditempuh untuk bisa mengantar sang anak mengembangkan bakatnya. Banyak kesulitan tentunya yang dihadapi, namun orang tua tersebut tetap berusaha, berjuang terus, bangun dari jatuh dan bangkit kembali. Bagi mereka keinginan tersebut harus terlaksana. Kalau tidak mereka akan menyesal seumur hidup karena tidak bisa mengembangkan bakat sang anak. Itulah impian orang tua tersebut. Seperti itu pula kita harus temukan di dalam diri kita. Impian tersebut menjadi sumber energi, daya penggerak dan sekaligus sebagai penghibur pada saat kita harus berjalan tertatih-tatih, terseok, dan jatuh, menelusuri lorong usaha dan perjuangan, demi seseorang yang begitu berarti bagi diri kita. Impian yang kuat biasanya ditujukan bagi seseorang lain yang sangat berarti di dalam hidup kita. Jadi untuk menemukan impian tersebut, mulailah dengan mempertanyakan pada diri kita sendiri adakah seseorang yang begitu berarti bagi kita didalam hidup ini.
Kenali diri kita lebih dahulu
Tidak ada rumus atau metode untuk mengetahui ketepatan waktu untuk memulai usaha sendiri. Semua fakta bisa kita pandang dari berbagai sudut yang berlainan, kesimpulan akhirnya adalah tetap membuat kita konflik dan ragu antara memulai usaha sendiri atau tidak.
Sebelum mengambil keputusan yang tetap kemana kita akan menuju, sebaiknya tidak melakukan usaha secara sambilan dan coba-coba, karena hal tersebut akan membuat kita tidak fokus dalam pengerahan energi dan sumber daya, malah bisa menyebabkan kegagalan pada semua bidang yang sedang kita geluti. Akibat lebih buruk lagi, kita akan membuat kesimpulan yang salah tentang diri kita seolah-olah tidak punya bakat atau saatnya tidak tepat untuk memulai usaha sendiri.
Kenalilah diri sendiri selama hidup ini karena manusia senantiasa berubah, temukan dan sadarilah kekuatan dan kekurangan diri. Usahakanlah perbaikan dan peningkatan kualitas diri, maka kita akan sampai pada sebuah "impian" dalam hidup ini, dan kita akan mengerahkan seluruh kekuatan yang telah maupun yang akan kita miliki untuk mewujudkan impian tersebut.
Merintis usaha sendiri atau berwiraswasta akan melatih kita tidak mengulang kesalahan yang sama, meningkatkan kepercayaan diri dari setiap kegagalan dan kesalahan yang berhasil kita atasi, kemampuan kepemimpinan kita akan semakin diasah serta makin bijaksana. Pada saat tersebut semakin dekatlah kita pada peluang yang tersedia yang akan terlihat semakin nyata dan jelas bentuknya.
Tidak setiap orang berhasil berwiraswasta, bahkan harus lebih banyak karyawan dari pada pengusaha, seperti juga harus tersedia cukup banyak bawahan untuk dipimpin di dunia ini. Termasuk golongan manakah kita, hanya diri kita yang bisa menemukan jawaban tersebut lewat perenungan yang saya utarakan di atas.
Penutup
Akhirnya sikap yang diperlukan adalah kesiapan kita menerima diri kita, sebagai memimpin atau dipimpin. Jadi pengusaha atau berwiraswasta adalah jadi pemimpin. Jadilah pemimpin yang bijaksana karena kita diberi kelebihan untuk bisa memimpin. Bila pilihan kita adalah menyerahkan diri untuk dipimpin, tunjukanlah bahwa pada diri kita terdapat hal-hal yang membuat kita pantas untuk dipimpin.
Pembahasan diatas terkesan tidak menyentuh aspek manajemen yang menjadi tema rubrik kita. Karena kasus ini lebih dominan menyangkut aspek diri kita. Ilmu manajemen baru akan diperlukan setelah kita mengambil keputusan yang pasti tentang hidup ini.
Khususnya untuk para mantan karyawan seperti HM, kami yakin kompetensi bapak-bapak dan ibu-ibu dalam berbagai aspek manajemen sudah lebih dari cukup, yang masih dibutuhkan adalah menggali "impian" sebenarnya yang terdapat didalam diri sendiri. Selamat mencari dan anda pasti akan menemukan! ***

Posted by kami aksi lewat buka usaha | di 14.10

0 komentar:

Posting Komentar